WahanaNews.co | Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, memiliki elektabilitas tinggi sebagai bakal Calon Presiden (Capres) 2024.
Empat hasil survei lembaga Indikator
Politik Indonesia (IPI) pada tahun ini, Ganjar selalu berada di papan atas,
bersaing dengan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Baca Juga:
Poin-Poin Alasan MK Hapus Presidential Threshold dan Dampaknya bagi Demokrasi
Bahkan, pada survei IPI terakhir, September 2020, Ganjar Pranowo kokoh di
posisi tertinggi, dengan elektabilitas 18,7%.
Menyusul di urutan kedua dan ketiga
Prabowo Subianto (16,8%) serta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (14,4%).
Ganjar, yang juga kader PDI Perjuangan (PDIP) ini, disebut-sebut berpotensi menjadi Capres alternatif jika elektabilitasnya bertahan dan
terus menanjak hingga menjelang Pemilihan
Presiden mendatang.
Baca Juga:
Cegah Polarisasi dan Calon Tunggal, MK Hapus Syarat Presidential Threshold
Namun, batu sandungan bagi Ganjar untuk
menjadi Capres adalah dukungan PDIP. Partai pemenang Pemilu 2014 dan 2019 ini disebut-sebut bakal mengusung
Puan Maharani di Pilpres.
Puan, yang juga putri Ketua Umum PDIP Megawati
Soekarnoputri itu, konon
disiapkan menjadi Calon Wakil Presiden
(Cawapres),
mendampingi Capres
Prabowo Subianto.
Meski Puan sejauh ini tidak memiliki
elektabilitas semoncer Ganjar, namun statusnya sebagai anak Megawati
Soekarnoputri bisa membuat segalanya menjadi mudah. Karpet merah selalu siap
dibentangkan untuk Ketua DPR tersebut.
Isyarat PDIP dan Gerindra bakal berkoalisi di Pilpres
mendatang sudah mulai terbaca. Mega dan Prabowo dalam setahun terakhir beberapa
kali melakukan pertemuan, termasuk membahas koalisi dua partai di Pilkada 2020.
Jika skenario memasangkan Prabowo dengan
Puan berjalan mulus, lantas bagaimana nasib Ganjar?
"Sulit bagi Ganjar diusung PDIP kalau
masih ada Puan di sana," kata pengamat politik dari UIN Jakarta, Adi Prayitno, kepada wartawan, Minggu (22/11/2020).
Namun, Ganjar bisa saja diusung PDIP
jika mampu menyamai fenomena kemunculan Joko Widodo (Jokowi)
jelang Pilpres 2014.
Saat itu, Jokowi dengan pamor sebagai sosok sederhana dan
merakyat melesat bak meteor.
Dari Wali Kota Solo
lalu menjabat Gubernur
DKI Jakarta, Jokowi menjadi rising star
yang mengganggu kemapanan elite parpol yang hampir selalu mendominasi
pencapresan. Didukung status sebagai media
darling, elektabilitas Jokowi saat itu tidak terbendung.
Megawati akhirnya "mengalah" oleh
desakan kader dan konstituen. Meski sejatinya ia masih berpeluang menjadi Capres, tapi peluang
itu diberikannya ke Jokowi.
Keputusan Megawati memang tidak salah.
Selain Jokowi akhirnya terpilih jadi Presiden,
pencalonannya juga menjadi coat tail
effect bagi PDIP.
Partai ini ikut terdongkrak suaranya di
Pemilu Legislatif 2014 dan menjadi pemenang berkat efek Jokowi.
Lantas, apakah Jokowi Effect ini juga bisa berlaku pada Ganjar? Dengan kata lain,
apakah ada kemungkinan
Puan nanti mengalah seperti Megawati melakukannya untuk Jokowi di 2014?
"Sulit terulang, karena saat itu elektabilitas dan ketokohan Jokowi
nyaris tak ada yang
menyaingi. Sekarang beda ceritanya, karier Ganjar berbarengan dengan Puan yang
secara ideologis dan biologis lebih merepsentasikan PDIP," ujar Adi, yang juga Direktur Eksekutif Parameter Politik
Indonesia.
Persoalan lain bagi Ganjar adalah masa
jabatannya sebagai Gubernur
yang akan berakhir pada 2023, atau setahun sebelum Pilpres digelar.
Pertanyannya, apakah Ganjar mampu
mempertahankan elektabilitasnya saat dia sudah tidak menjabat nanti?
Selama ini, jabatan sebagai kepala daerah secara tidak langsung
jadi "panggung" bagi Ganjar untuk meraih simpati publik, terutama di masa
pandemi Covid-19. Dia mudah menjadi media
darling.
Dengan jumlah penduduk Jawa Tengah lebih
dari 30 juta orang, maka hal wajar jika Ganjar mendapat elektabilitas yang
tinggi akibat eksposure pemberitaan media.
Setiap program dan kebijakan yang
diambilnya, baik di bidang kesehatan maupun berupa bantuan sosial selama masa
pandemi, akan mudah dinilai positif oleh publik. Apalagi, Ganjar juga termasuk
lihai memanfaatkan media sosial.
Namun, dengan tidak lagi menjadi
gubernur setahun jelang Pilpres,
apakah elektabilitas Ganjar masih tetap moncer? Di sinilah ujian sesungguhnya.
Bukan tidak mungkin, elektabilitas yang tinggi saat ini perlahan akan
turun seiring hilangnya panggung kekuasaan sebagai kepala daerah. Karena itu, Ganjar perlu menciptakan panggung lain demi tetap
menjaga elektabilitasnya.
"Elektabilitas Ganjar sekarang tinggi
karena eksposure pemberitaan di media yang masif. Tantangannya kan setelah
enggak jadi gubernur, apa dia tetap jadi media
darling?" ujar Adi. [dhn]