Namun dalam kasus ini, menurut Fickar, Kejagung tidak menjalankan prosedur tersebut sama sekali.
Karena itu, ia memandang penetapan Tian sebagai tersangka tidak sah secara hukum.
Baca Juga:
Jabat Ketua Dewan Pers, Komaruddin Hidayat Hentikan 'Puasa Medsos'
“Jadi, menurut saya, penetapan tersangka ini cacat karena prosedur yang semestinya dilalui tidak dilakukan. Kalau keberatan terhadap isi pemberitaan atau siaran, ada mekanisme seperti hak jawab atau hak untuk memberikan tanggapan, bukan langsung pidana,” jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kejagung menetapkan Tian Bahtiar bersama dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan terkait korupsi PT Timah Tbk, impor gula di Kementerian Perdagangan, dan ekspor CPO.
Kejagung menduga adanya permufakatan jahat antara ketiganya dalam membentuk opini publik negatif melalui pemberitaan yang dianggap menyudutkan institusi Kejaksaan.
Baca Juga:
Tak Ingin Langgar UU Pers, Dewan Pers Pilih Jalur Etik dalam Kasus Jak TV
Menurut penyelidikan Kejagung, berita-berita tersebut dibuat oleh Tian atas pesanan Marcella dan Junaedi, dengan imbalan sebesar Rp 478.500.000 yang masuk ke rekening pribadi Tian.
Modus operandi mereka melibatkan penyelenggaraan seminar, talkshow, dan demonstrasi bernada negatif terhadap Kejagung, yang kemudian diliput dan dipublikasikan oleh Tian.
Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Herik Kurniawan, juga menyoroti persoalan ini dan menilai bahwa proses hukum terhadap Tian telah menyimpang dari prosedur.