WAHANANEWS.CO, Jakarta – Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) kembali digugat di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (10/12/2025).
Dokter hingga pramugari menjadi pemohon dalam pengujian. Mereka mengaku mengalami kerugian konstitusional akibat sejumlah pasal dalam UU TNI yang memberi ruang untuk tentara dapat duduk di jabatan sipil.
Baca Juga:
Ringkasan Amar Putusan MK Soal Anggota Polri Dilarang Duduki Jabatan Sipil
Mereka adalah Ria Merryanti dan Yosephine Chrisan Eclesia Tamba. Ria merupakan seorang dokter sekaligus aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.
Dalam formulir permohonannya, Ria kehilangan kesempatan untuk bersaing menduduki kursi jabatan di lembaga Badan Narkotika Nasional (BNN).
Sementara itu Yosephine merupakan seorang pramugari di sebuah maskapai penerbangan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selain itu ia juga saat ini sedang menempuh studi S-2 sebagai mahasiswi hukum.
Baca Juga:
Supratman Andi Agtas: Putusan MK Final, Tapi Tidak Berlaku Surut untuk Polri
Ria merupakan salah satu dari tujuh pemohon dalam gugatan uji materiil nomor 238/PUU-XXIII/2025 terkait Pasal 47 Ayat (1) dan Ayat (2) UU TNI yang mengatur penempatan prajurit TNI di jabatan sipil.
“Bahwa Pemohon 2 yang berprofesi sebagai dokter dan aparatur sipil negara kehilangan kesempatan untuk menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional yang sangat diharapkan Pemohon 2,” ujar salah satu pemohon lain, Syamsul Jahidin, saat sidang di Gedung MK, Rabu (10/12/2025) melansir Kompas.com.
“Karena, dengan norma pemberlakuan pasal a quo menutup kesempatan Pemohon 2 untuk mengikuti kontestasi menempati jabatan posisi yang seharusnya diisi ASN, aparatur sipil negara,” kata Syamsul melanjutkan.
Syamsul mengatakan, Ria merupakan seorang ASN yang bertugas di Sekadau, Kalimantan Barat dan sehari-hari bekerja sebagai dokter di RSUD Sekadau.
Ria tidak bisa hadir langsung di MK untuk membacakan permohonannya karena harus bertugas di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Selain Ria, pemohon lainnya, yaitu Yosephine Chrisan Eclesia Tamba, juga merasakan hal yang sama.
Yosephine yang kini bekerja sebagai karyawan BUMN merasa dirugikan karena banyak prajurit TNI yang menduduki kursi pimpinan lembaga pemerintahan.
“Bahwa Pemohon 5 yang berprofesi sebagai pegawai BUMN dan mahasiswa magister hukum kehilangan kesempatan untuk menjadi kepala lembaga pemerintahan dan kehilangan kesempatan menempati jabatan-jabatan yang berada dalam lingkup sipil yang sangat diharapkan Pemohon 5,” lanjut Syamsul.
Selain Syamsul, Ria, dan Yosephine, ada empat pemohon lagi yang juga merasa dirugikan dengan UU TNI saat ini.
Mereka adalah Ratih Mutiara Louk Fanggi, Marina Ria Aritonang, Achmad Azhari, dan H. Edy Rudyanto. Atas kerugian konstitusional yang mereka rasakan, para pemohon berharap agar majelis hakim konstitusi dapat menerima uji materiil mereka dan membatasi penempatan TNI di jabatan sipil.
Namun, pembatasan tidak untuk semua jabatan. Para pemohon mengatakan, prajurit TNI masih dapat menempati jabatan sipil yang masih berkaitan dengan tugas dan fungsi mereka, misalnya yang berkaitan dengan pertahanan negara dan kesekretariatan militer.
Berikut adalah bunyi pasal yang digugat oleh Syamsul dan kawan-kawan:
Pasal 47 (1) Prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional, kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden, intelijen negara, siber dan/atau sandi negara, lembaga ketahanan nasional, pencarian dan pertolongan, narkotika nasional, pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Mahkamah Agung.
(2) Selain menduduki jabatan pada kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Prajurit dapat menduduki jabatan sipil lain setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Syamsul mengatakan, peraturan saat ini memperluas peluang prajurit TNI untuk menempati jabatan di ranah sipil tanpa harus mengundurkan diri.
“(Aturan saat ini) Memberikan keleluasaan alternatif bagi prajurit TNI untuk menduduki jabatan-jabatan sipil tertentu tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan,” lanjut Syamsul.