WAHANANEWS.CO, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez, mendesak agar Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait dugaan pelanggaran hukum terhadap mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) dibuka kembali.
Menurutnya, hal ini bukan semata urusan administratif, tetapi merupakan komitmen negara untuk berpihak pada korban.
Baca Juga:
Tenangkan Batin dan Pulihkan Jiwa, Ini Manfaat Dahsyat Meditasi untuk Kesehatan Mental
“Jika SP3 dibuka ulang, itu menunjukkan adanya pengakuan bahwa proses sebelumnya belum selesai. Ini harus menjadi momentum penegakan keadilan, bukan sekadar formalitas,” tegas Gilang pada Minggu (11/5/2025).
Kasus dugaan eksploitasi dan kekerasan yang dialami para pekerja sirkus OCI pernah dilaporkan ke polisi pada 1997, namun dihentikan dua tahun kemudian berdasarkan informasi dari Komnas HAM.
Gilang menegaskan bahwa persoalan ini tidak boleh dibiarkan mengambang. Ia meminta agar penyidikan dilanjutkan hingga seluruh fakta terungkap.
Baca Juga:
Setelah 53 Tahun Mengorbit, Wahana Soviet Jatuh di Samudra Hindia Dekat Indonesia
“Saya kembali menekankan pentingnya pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) untuk mengungkap kebenaran, termasuk mengevaluasi kegagalan negara menghadirkan keadilan serta menyelidiki potensi pelanggaran HAM berat,” ucapnya.
Menurut Gilang, TPF yang sebelumnya direkomendasikan oleh Amnesty International Indonesia sangat relevan dan patut diadopsi oleh pemerintah. Selain itu, ia mengingatkan agar para mantan pemain sirkus yang tengah memperjuangkan keadilan benar-benar difasilitasi.
“Pemerintah harus memberi ruang bagi korban. DPR pun harus aktif mengawasi agar penegakan hukum dan HAM berjalan optimal,” imbuhnya.
Ia juga mengusulkan audit menyeluruh terhadap regulasi yang berkaitan dengan perlindungan anak di sektor hiburan.
“Banyak aturan yang tumpang tindih, lemahnya pengawasan, dan tak cukup melindungi anak-anak dalam dunia hiburan,” jelas Gilang.
Ia menutup dengan pernyataan bahwa negara wajib hadir untuk mengatur ulang praktik pelatihan dan pengasuhan anak, terutama oleh lembaga non-keluarga, agar tragedi serupa tak terulang.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]