WahanaNews.co | Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu menilai dugaan kasus pelecehan seksual yang disebut-sebut dialami Putri Candrawathi di Magelang sulit diterima logika.
Menurutnya, kalaupun terjadi, itu lebih tepat disebut sebagai dugaan asusila.
Baca Juga:
Lamanya Proses Hukum Dugaan TPKS di Meja Kepolisian, YLBH-KIP Minta Polda Papua Barat Daya Segera Tetapkan YS Sebagai Tersangka
"Saya rasa, diksi yang tepat itu yang digunakan Pak Kapolri ketika RDP di Komisi III, Kapolri itu memakai diksi dugaan asusila," kata Edwin saat dihubungi, Selasa (6/9).
Edwin menjelaskan alasannya. Penggunaan diksi kekerasan seksual membuat kasus yang terjadi di Magelang mengarah pada serangan dan paksaan paksaan dari pelaku Brigadir J.
"Sementara kalau asusila, jauh lebih netral. Bisa suka sama suka, bisa juga serangan. Nah itu kan tinggal dilihat ke dalamnya. Itu jauh lebih netral ketimbang memakai diksi kekerasan seksual," ucapnya.
Baca Juga:
Viral, Oknum Pejabat Asisten di Raja Ampat Diduga Melakukan Pelecehan Seksual Terhadap Anak Kandung
Dalam pengamatannya selama penyelidikan berjalan dan rekonstruksi dilakukan. Penggunaan diksi asusila akan lebih tepat karena bisa membuka dua kemungkinan dalam motif kasus yang ditengarai jadi penyebab pembunuhan diotaki Sambo.
"Iya benar. Jadi kalau pakai diksi kekerasan seksual sudah tidak ada lagi suka sama suka. Jadi diksi yang tepat itu seperti yang dipakai Pak Kapolri. Artinya lebih terbuka," ucapnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan timsus bakal mendalami motif pembunuhan Brigadir Yoshua atau Brigadir J saat pemeriksaan istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Informasi sejauh ini, amarah Ferdy Sambo terpicu setelah adanya laporan dari Putri terkait insiden di Magelang.