WahanaNews.co, Surabaya - Anggota DPR RI Edward Tannur, ayah kandung dari Gregorius Ronald Tannur (GRT), telah meminta maaf kepada masyarakat atas tindakan anaknya yang menyebabkan kematian Dini Sera Afriyanti akibat penganiayaan. Saat ini, Ronald Tannur telah ditetapkan sebagai tersangka.
Edward juga mengungkapkan rasa duka yang mendalam kepada keluarga korban.
Baca Juga:
Difasilitasi Bupati Konawe Selatan, Kasus Guru Supriyani Vs Anak Polisi Batal Damai
"Kami, atas nama keluarga, memohon maaf dan menyampaikan rasa duka yang mendalam kepada keluarga korban," katanya kepada wartawan di Surabaya pada Selasa (10/10/2023) malam.
Edward juga mengungkapkan penyesalan yang mendalam atas kejadian tersebut. Dia mengaku sangat terkejut dan tidak pernah menduga bahwa insiden semacam itu akan terjadi.
"Kejadian ini adalah sesuatu yang sama sekali tidak kita semua harapkan. Saya sangat terkejut," kata anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Baca Juga:
Polisi Ungkap Pembunuhan Sadis di Penjaringan, Kepala Korban Dibuang ke Sela Tembok
Sebagai orangtua, dia menekankan bahwa dia tidak pernah mengajarkan anaknya untuk menggunakan kekerasan, terutama sampai melampaui batas-batas kemanusiaan.
"Saya tidak pernah mendidik anak saya untuk mencederai orang lain, apalagi membunuh," jelas dia.
"Kami tetap beri dukungan moril, namun sebagai laki-laki dewasa dia (Ronald-red) harus tetap mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum maupun di hadapan Tuhan," ungkapnya.
Edward Tannur menyerahkan segala bentuk informasi, konfirmasi dan tanggapan atas kasus anaknya kepada kuasa hukum yang ditunjuknya yakni Lisa Rahmat.
"Melalui pendampingan hukum tersebut, dapat memberi informasi pembanding yang dapat menjamin keobjektivan informasi atas kasus sang anak atau agar informasi mengenai kasus anaknya tidak melebar menjadi bola liar isu negatif yang berpotensi mengganggu kinerja penegak hukum; kepolisian."
Apalagi, sambungnya, beberapa hari setelah anaknya resmi berstatus sebagai tersangka dan informasi mengenai serba-serbi kasusnya dilansir ke publik melalui media massa, online atau pun medsos.
Ternyata, sempat muncul adanya isu soal intervensi hukum yang dilakukan sejumlah pihak yang dituduhkan kepada anaknya, Edward Tannur menampik semua isu liar tersebut.
"Kami menyerahkan pada kuasa hukum kami, supaya tidak terjadi bias yang berlebihan," katanya.
Edward Tannur menegaskan, secara pribadi, dirinya tetap menghendaki kasus yang menjerat anaknya itu, diusut secara tuntas sehingga memberikan kepastian hukum yang berkeadilan kepada korban dan keluarganya termasuk kepada pihak anaknya yang harus secara 'gentleman' mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Semua komitmen penegakkan hukum ini, meski diakuinya juga terasa pahit dan mengiris hatinya, sebagai ayah.
Semata-mata, lanjut Edward Tannur, demi memberikan kelapangan hati semua pihak selama hidup di dunia dan di akhirat.
"Iya harus diusut tuntas. Supaya pihak korban merasa puas. Dan kami juga merasa puas. Punya tanggungjawab baik di dunia maupun di akhirat. Lapang jalannya," ujarnya.
"Sejak awal tidak ada intervensi hukum dari saya," ujarnya.
Edward menambahkan sejak kasus yang menjerat putranya ramai diberitakan, ia telah ditegur oleh PKB agar tidak melakukan intervensi hukum.
"Waktu itu saya bilang ke partai, saya tipenya bukan orang pengecut. Kalau A saya katakan A,” tutur dia.
“Saya tidak mau besok-besok Edward Tannur disebut telah melakukan penipuan atau pembohongan. Saya nggak mau. Apa artinya ini semua kalau nama kita sudah tidak dipercaya orang. Ini soal prinsip.”
Lebih lanjut, Edward mengaku tidak menyangka putranya bisa bertindak brutal.
Padahal, kata dia, dalam keseharian dar kecil hingga kini menginjak usia 31 tahun, Ronald begitu sopan dan kerap membantu orang tua.
Karena itu, sebagai orang tua, beserta segenap keluarganya, Edward mengaku akan menjalani dan menerima dengan ikhlas seberat apapun putusan hukuman yang akan dijatuhkan kepada putranya.
"Saya telah menerima keputusan PKB yang telah menonaktifkan sebagai anggota Komisi IV DPR RI," ujarnya.
Dengan begitu, legislator yang terpilih dari Provinsi Nusa Tenggara Timur itu tidak dapat memanfaatkan jabatannya untuk mengintervensi proses hukum yang sedang menjerat putranya.
Gregorius Ronald Tannur sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian korban.
Pria berusia 31 tahun tersebut dijerat dengan Pasal 351 ayat 3 dan/atau Pasal 359 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Kejadian penganiayaan ini terjadi ketika korban dan pelaku berada di sebuah tempat hiburan di Jalan Mayjend Jonosoewojo pada Rabu (4/10/2023) sekitar pukul 00.10 WIB. Penganiayaan tersebut terjadi di dalam ruang karaoke dan juga di lokasi parkir mobil.
Saat berada di lokasi parkir mobil, tersangka bahkan menggunakan mobil dengan nomor polisi B 1744 VON untuk melindas sebagian tubuh korban. Korban meninggal dunia sebelum tiba di rumah sakit.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]