WAHANANEWS.CO, Jakarta - Skandal suap di lingkungan peradilan kembali mencuat ke permukaan. Nama pengacara Bert Nommensen Sidabutar menjadi sorotan terkait aliran dana tunai Rp 1 miliar ke mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar.
Kasus ini menambah deretan panjang persoalan etik dan pidana yang mencederai kredibilitas lembaga peradilan di Indonesia.
Baca Juga:
Dibagi-bagi di Parkiran Basement, Ini Jejak Uang Rp850 Juta dalam Kasus Harun Masiku
Dalam persidangan dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di pengadilan, Bert Nommensen Sidabutar mengaku telah mengantarkan uang tunai sebesar Rp 1 miliar ke kediaman Zarof Ricar di Jalan Senayan, Jakarta Pusat.
Uang tersebut, menurut keterangan Bert, diserahkan untuk mendukung produksi film berjudul Sang Pengadil yang diproduseri oleh Zarof, dengan kompensasi berupa bantuan dalam mengurus perkara di pengadilan.
Pengakuan ini disampaikan Bert saat dirinya bersaksi di hadapan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Senin (28/4/2025).
Baca Juga:
Soal 'Perintah Ibu' di Kasus Harun Masiku, Pengacara Klaim Bukan Sosok Pimpinan PDIP
"Saksi pernah datang atau berkunjung mungkin silaturahmi tadi saksi sampaikan ke rumah yang di Jalan Senayan?" tanya jaksa di ruang sidang.
"Waktu antar uang," jawab Bert singkat.
Bert menjelaskan, kunjungannya ke rumah Zarof hanya terjadi satu kali.
Saat itu, ia datang seorang diri sambil membawa uang Rp 1 miliar dalam bentuk tunai.
Namun, setibanya di lokasi, Bert tidak berjumpa langsung dengan Zarof maupun anggota keluarganya.
Ia hanya bertemu dengan seorang petugas keamanan di rumah tersebut.
Bert menyatakan bahwa ia tidak diperkenankan masuk ke dalam rumah. Sebaliknya, ia diminta untuk meninggalkan uang tersebut di halaman rumah.
"Saya taruh di situ karena orang itu ngomong suruh taruh di situ," ungkap Bert.
"Di mana?" tanya jaksa kembali.
"Di dalam rumah, di halaman rumah," jelas Bert.
Meski tidak ada pertemuan langsung, Bert meyakini bahwa Zarof mengetahui keberadaan uang yang ia antar.
Ia berasumsi demikian berdasarkan arahan dari orang yang menyambutnya.
Setelah kejadian itu, Bert tidak lagi berkomunikasi dengan Zarof.
Ia baru mengetahui kabar penangkapan mantan pejabat MA tersebut dari pemberitaan media.
"Sampai kemudian tadi saksi tahu dari berita ada peristiwa?" tanya jaksa.
"Setelah saya hubungi handphonenya enggak bisa lagi," jawab Bert.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum mendakwa Zarof Ricar dengan dugaan melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk menyuap Hakim Agung Soesilo.
Hakim Soesilo sendiri merupakan ketua majelis kasasi dalam perkara pidana yang melibatkan Ronald Tannur, anak dari mantan anggota DPR RI.
Kasasi tersebut diajukan oleh jaksa penuntut umum karena keberatan atas vonis bebas yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti.
Dalam dakwaannya, jaksa membeberkan bahwa Zarof menerima uang Rp 5 miliar dari Lisa Rachmat, yang diserahkan dalam dua tahap, masing-masing sebesar Rp 2,5 miliar.
Suap tersebut bertujuan untuk "mengkondisikan" putusan majelis kasasi agar tetap menguatkan putusan bebas dari PN Surabaya.
“Melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi yaitu permufakatan jahat terdakwa Zarof Ricar dan Lisa Rachmat, memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim yaitu untuk memberi uang sebesar Rp 5.000.000.000,” ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025).
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]