WahanaNews.co | Polemik penyelenggaran ajang balap Formula E garapan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, telah masuk ke tahap pengajuan interpelasi oleh Dewan di Kebon Sirih.
Fraksi PDIP dan PSI resmi mengusulkan interpelasi pada Kamis (26/8/2021).
Baca Juga:
Pakar Hukum: Penyelesaian Perselisihan Pemilu Tak Melalui Hak Angket
Lalu, apa sebenarnya interpelasi itu?
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menjelaskan bahwa interpelasi adalah satu dari tiga hak yang melekat bagi anggota Dewan.
Di tingkat DPRD Provinsi, hak itu dijelaskan pada Pasal 322 ayat (2).
Baca Juga:
Gelaran Formula E 2024 Batal, DPRD DKI Sebut Pemilu Lebih Penting
"Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a adalah hak DPRD provinsi untuk meminta keterangan kepada gubernur mengenai kebijakan pemerintah provinsi yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara," bunyi ayat itu.
Pelaksanaan hak interpelasi DPRD Provinsi selanjutnya diatur dalam Pasal 330.
Hak interpelasi diusulkan paling sedikit 10 orang anggota DPRD dan lebih dari satu fraksi untuk DPRD yang beranggotakan 35-75 orang.
Sementara DPRD provinsi yang jumlah anggotanya di atas 75 orang, hak interpelasi minimal harus diajukan oleh 15 orang anggota Dewan dan lebih dari satu fraksi.
Untuk konteks DKI Jakarta, jumlah keseluruhan anggota Dewan di Kebon Sirih periode 2019-2024 adalah 106 orang.
Sementara yang mengajukan hak interpelasi terhadap Formula E berjumlah 33 orang.
Sebanyak 8 di antaranya berasal dari Fraksi PSI dan 25 sisanya adalah PDIP.
Artinya, interpelasi kedua fraksi ini telah memenuhi syarat.
Ayat (2) Pasal 330 kemudian menjelaskan usul interpelasi tersebut diserahkan kepada pimpinan DPRD Provinsi.
Ayat berikutnya menyebutkan, usul interpelasi akan menjadi hak interpelasi Dewan apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota di DPRD provinsi, dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota yang hadir.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan hak interpelasi diatur dalam peraturan DPRD provinsi tentang tata tertib," bunyi pasal tersebut.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengatakan, interpelasi merupakan hak legislatif untuk mempertanyakan kebijakan eksekutif yang dinilai menimbulkan polemik, kerugian, atau kegaduhan.
Namun, cara mempertanyakan dan mengkritik dalam interpelasi disebut berada di level "tingkat tinggi".
"Kalau cuma kritik biasa bisa dipanggil dalam rapat-rapat DPRD. Kalau sudah interpelasi, beda. Bobot kritik dan pertanyaannya sudah tingkat tinggi," kata Adi kepada wartawan, Sabtu (28/8/2021).
Adi menyebut, interpelasi bisa menjadi peluru istimewa Dewan untuk "mempreteli" kebijakan eksekutif.
Setelah Dewan melakukan paripurna interpelasi, kata dia, mereka akan mengeluarkan beberapa rekomendasi.
Kebijakan eksekutif yang dipermasalahkan dalam interpelasi, seperti Formula E oleh Pemerintah DKI Jakarta, bisa saja diminta untuk dibatalkan.
Atau, jika merugikan negara, lanjut Adi, bisa berujung pada pidana.
"Makanya, kalau interpelasi ini disetujui, bisa jadi pintu masuk bagi DPRD DKI Jakarta untuk mengeluarkan hak-hak yang lain, seperti hak angket. Hak angket itu menyelidiki sesuatu yang dianggap janggal," kata Adi. [dhn]