Opini Oleh: DR. Pirma
Simbolon
Pada tanggal 22 Mei 2021 yang lalu, Ganjar Pranowo viral di
berbagai media (media online, medsos dan televisi) hanya karena tidak
diundang panitia dalam sebuah acara yang diadakan DPD PDIP Jawa Tengah.
Baca Juga:
Prabowo Subianto: Kerja Sama dalam Pemerintahan Pasca Pilpres 2024
Menjadi viral karena konon saat Puan Maharani dalam
pengarahannya seolah menyindir sang Gubernur dengan mengatakan "Pemimpin
ke depan adalah pemimpin yang ada dilapangan bukan di medsos."
Baca Juga:
Ganjar Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Itu Kritikus
Tidak itu saja
Bambang W, sang Ketua DPD PDIP Jawa Tengah mengatakan "Wis kemajon, yen kowe
pinter, ojo keminter." Yang artinya "Sudah kelewatan, kalau kamu pintar,
jangan sok pintar," kurang lebih begitulah artinya.
Mediapun langsung menggoreng berita itu dengan berbagai
macam sudut pandang termasuk para pengamat sosial dengan mengait-ngaitkan persaingan
Ganjar vs Puan sebagai kandidat Capres 2024.
Mengapa demikian? ya salah satunya adalah karena belum
adanya sinyal yang kuat dari Megawati akan menggadang-gadang tokoh tertentu
yang akan akan diusung di Pilpres 2024. Sehingga para elit mencoba membangun
image sendiri-sendiri, dengan harapan dilirik menjadi Capres.
Leadership Style Mega
Leadersip Ibu Megawati mirip dengan leadership Alm. Suharto,
hati-hati dan sulit diprediksi publik. Tapi sebenarnya lingkungan internalnya
cukup jelas melihat arah preferensinya terhadap seseorang, meskipun hanya
melalui "senyum."
Suharto dan Mega banyak senyum, tapi bukan berarti senang.
Senyum Soeharto dan Mega sarat dengan makna. Salah satu persamaan kedua tokoh
ini adalah tidak senang melihat anak buahnya yang menonjolkan diri.
Disinilah dilema seorang Ganjar Pranowo. Dia sadar jaman
sudah berubah. Ini eranya media sosial. Dia coba membangun citra diri
dipublik dengan kinerja selaku Gubernur dan kegiatan sosial lainnya melalui
media sosial (medsos) dan youtube dan SUKSES.
Dikatakan sukses karena terbukti hasil survey beberapa
Lembaga independent bulan April 2021, Ganjar mampu menembus 3 besar kandidat
Capres. Bahkan survei Indikator Politik, menempatkan Ganjar urutan teratas 15,7
%, Anies Baswedan 14,6 % dan Prabowo Subianto 11,1 %. Sedangkan Puan Maharani hanya berada di urutan
7 dengan elektabilitas 2,9 %.
Hasil survei SMRC menempatkan Ganjar di urutan ke tiga 13,1 %.
Charta Politika di urutan kedua dengan elektabilitas 16 %.
Elektabilitas Ganjar, Berkah Atau Musibah ?
Upaya Ganjar Pranowo untuk membangun citra diri yang telah
melambungkan namanya, membuat beberapa elit PDIP seperti Bambang Wuryanto dan
kelompoknya menjadi sinis dengan menyebut Ganjar terlalu berambisi menjadi
Capres.
Tidak sesuai dengan fatsun politik PDIP. Situasi tersebut
semakin meruncing di internal PDIP tanpa disadari Ganjar.
Mungkin Ganjar tidak ada yang mensupplai informasi terkini
ke beliau karena jarang berinteraksi di DPP karena sudah jadi Gubernur. Ya
maklum, semua sama-sama pasang jebakan teman (namanya juga politik). Akibat
minimnya informasi tersebut akhirnya Pak Ganjar sor sendiri dengan
pembangunan citra diri nya.
Apakah elektabilitas Ganjar yang melejit itu Berkah atau Musibah
buat partai dan Ganjar? Inilah dilemanya.
Ternyata bagi sebagian kelompok di PDIP menganggapitu
sebagai musibah karena adanya kepentingan kelompok (faksi) di PDIP itu sendiri.
Masing masing kelompok tentu mempunyai jagoan
sendiri-sendiri. Ada Puan Maharani, ada Budi Gunawan, ada Ganjar, ada Tri
Rismaharani, dan mungkin juga ada yang lainnya. Semua memiliki geng. Buat Partai
dan Ganjar, tentu ini menjadi berkah, yang seharusnya dikelola dengan baik
sampai 2024. Berkah, karena sebagai kader partai, rakyat telah mempercayainya
sebagai calon pemimpin bangsa meskipun masih dalam tataran survey.
Faksi Dalam Partai
Di partai manapun di Indonesia, selalu ada Faksi atau
kelompok. Partai itu mirip juga dengan lingkungan kantor atau orgnisasi. Ada
yang suka cari perhatian, ada yangasal Ketua Umum Senang, ada yang ambisinya meluap-luap, ada
yang datar-datar saja, ada yang senang opposan, dan ada juga kelompok dengan
haluan tertentu.
Kalau kita amati para petinggi partai itu (politisi) khusus
para anggota DPR sebenarnya semua sedang membangun citra diri.
Hanya metodenya yang berbeda beda, ada yang di udara (medsos), tv, media cetak,
ada yang di darat, ada yang di jajaran kader internal dan ada juga yang di
jajaran elit.
Kalau kita ingat kisah Anas Urbaningrum, mantan Ketum
Demokrat, beliau sangat inten membangun citra diri di kader internal partai
(DPD dan DPC) sebelum terpilih jadi Ketua Umum. Dan akhirnya beliau terpilih
jadi Ketua Umum Demokrat mengalahkan Marzuki Alie dan Andy Malarangeng. Sayang
berakhir secara tragis akibat kesarakahan (korupsi).
Demikian juga Bambang W, Ketua DPD Jateng, beliau
ingin membangun citra diri sebagai pendukung setia Puan Maharani (asal ibu
Senang) di elit partai. Mengapa Bambang. W, mengambil sikap seperti itu?
Ya, biasa lah mungkin saja dia ada permintaannya yang kurang mendapat perhatian
khusus dari sang Gubernur atau bisa juga ingin cari muka (carmuk) ke Puan atau
ingin jadi Gubernur berikutnya (macam-macamlah).
Tamatkah Kariri Politik Ganjar?
Kembali ke leadership Megawati seperti disebutkan diatas.
Megawati itu terkenal dengan kehati-hatiannya dalam memutuskan sesuatu. Bahkan
saking hati-hatinya jadi terkesan lambat membuat banyak pihak gregetan.
Masih ingat kan bagaimana Megawati dalam memutuskan calon
Presiden dari PDIP pada Pilpres 2004? Sementara Megawawati sendiri berdasarkan
survey berbagai Lembaga pada saat itu menempatkannya diurutan pertama
mengalahkan Prabowo termasuk Jokowi.
Namun akhirnya, detik-detik terakhir Megawati memutuskan
legowo dan memberi jalan kepada Jokowi. Maka jadilah Jokowi jadi Presiden.
Sampai saat ini, Megawati belum memberi SINYAL sama sekali apakah Ganjar, Puan,
Budi Gunawan atau Tri Rismaharani atau bahkan Prabowo? Semuanya masih tanda
tanya.
Beberapa elit mencoba mengukur dalamnya air (testing the
water) dengan menunjukkan sikap tegas menghalau Ganjar.
Episode berikutnya adalah Bagaimana respon Megawati atas
sikap Bambang Wuryanto tersebut akan menentukan karir politik Ganjar? Mari kita
tunggu. Apakah Gajar Pranowo, akan melanjutkan membangun citra diri atau akan
bertobat? Publik berharap biarlah seperti air mengalir mengikuti jejak Jokowi.
Semoga".(tum)
Penulis adalah seorang Akademisi Dosen di STIE
Jayakarta