WahanaNews.co, Jakarta - Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah mengapresiasi pemindahan terpidana mati kasus penyeludupan narkotika Mary Jane Veloso ke Filipina dan berharap langkah tersebut dapat menjadi preseden untuk kasus-kasus hukuman mati lainnya.
“Komitmen pemerintah untuk memindahkan Mary Jane ke Filipina ini tentu kabar baik, apresiasi perlu kami sampaikan kepada pemerintah,” ucap Anis Hidayah dalam acara Ruang Publik KBR bertajuk “Menanti Efek Lanjutan dari Pemulangan Mary Jane”, dipantau dari Jakarta, Jumat (22/11/2024) mengutip ANTARA.
Baca Juga:
Kasus Vina-Eki Cirebon: Kesimpulan Komnas HAM Simpulkan 3 Pelanggaran Polisi
Anis menjelaskan bahwa berbagai upaya telah ditempuh oleh berbagai organisasi masyarakat sipil untuk membebaskan Mary Jane dari hukuman mati. Walaupun kasusnya sudah terjadi di 2010, kata Anis, advokasi untuk Mary Jane berlangsung sejak 2015.
Perjuangan untuk membebaskan Mary Jane dari hukuman mati dilatarbelakangi oleh indikasi kuat Mary Jane merupakan korban dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sindikat narkoba.
Anis menyampaikan, sebagai korban dari TPPO, seharusnya Mary Jane tidak boleh dipidana. Akan tetapi, Indonesia belum memberlakukan non-punishment principle.
Baca Juga:
Kasus Kematian Vina-Eki Cirebon: Komnas HAM Rekomendasi Polri Evaluasi Polda Jabar-Polres
Adapun yang dimaksud dengan non-punishment principle adalah konsep hukum yang menyatakan bahwa korban perdagangan manusia dan perbudakan tidak boleh dituntut atas tindakan melawan hukum yang mereka lakukan sebagai akibat dari perdagangan manusia.
“Ini menjadi salah satu titik lemah, bagaimana para korban TPPO yang selama ini sesungguhnya menjadi korban sindikat narkoba. Ini dalam banyak kasus, ya, termasuk kasus Merri Utami dan kasus yang lain-lain,” kata Anis Hidayah.
Ia berharap agar langkah pemindahan Mary Jane ke Filipina dapat menjadi preseden untuk diterapkan ke kasus-kasus hukuman mati lainnya.