WAHANANEWS.CO, Jakarta - KNama pengusaha nasional Halim Kalla kembali mencuat, kali ini bukan karena ekspansi bisnisnya, melainkan karena terseret kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (Kalbar).
Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri menetapkannya sebagai salah satu dari empat tersangka dalam perkara bernilai triliunan rupiah tersebut.
Baca Juga:
Kemnaker Buka 20.000 Lowongan Magang Nasional, Kesempatan Emas bagi Fresh Graduate Indonesia
Selain Halim Kalla, penyidik juga menetapkan mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) Fahmi Mochtar, serta dua pihak swasta berinisial RR dan HYL.
Dugaan tindak pidana itu menimbulkan kerugian negara mencapai 64.410.523 dolar AS dan Rp 323.199.898.518, atau setara sekitar Rp 1,3 triliun jika dikonversikan ke rupiah.
Polri menduga keempat tersangka terlibat dalam permufakatan untuk mengatur proyek PLTU 1 Kalbar yang berlangsung antara tahun 2008 hingga 2018, dan membuat proyek strategis tersebut terbengkalai.
Baca Juga:
Katyaluna Humayra, Komandan Pleton Cilik yang Menggetarkan Bandung Raya
Dalam penyelidikan awal, proyek yang seharusnya menjadi penopang energi wilayah Kalimantan itu justru menjadi ladang kolusi antara pejabat BUMN dan pihak swasta.
Nama Halim Kalla memang bukan sosok sembarangan di dunia usaha Indonesia. Ia adalah pendiri dan CEO Haka Group, konglomerasi besar yang membawahi banyak perusahaan lintas sektor, mulai dari energi, konstruksi, migas, hingga otomotif dan perhotelan.
Kasus ini menyeretnya karena perannya di PT BRN, anak perusahaan Haka Group yang turut terlibat dalam proyek PLTU 1 Kalbar. Halim tercatat sebagai direktur utama di perusahaan tersebut yang bergerak di bidang konstruksi.
Haka Group sendiri dikenal luas lewat berbagai entitas bisnis di bawah payungnya. Perusahaan utamanya, PT Haka Sentra Corporindo, bergerak di banyak sektor seperti perdagangan, jasa, transportasi, komunikasi, hingga hotel dan resort.
Selain itu, ada pula PT Haka Buton Energy (energi listrik), PT Haka Motor (kendaraan listrik), PT Intim Wira Energy (migas), PT Makassar Raya Motors (distributor Daihatsu di Makassar), dan PT Bakti Reka Nusa (konstruksi).
Tak berhenti di situ, Haka Group juga memiliki PT Sarah Cell Sulawesi (distributor Telkomsel), PT Haka Hore Concept (hotel dan resort), PT Mitra Bahari Buton (budidaya lobster), PT Haka Auto BYD (distributor mobil BYD di Indonesia), PT Haka Techno Power (penyimpanan energi), serta PT Intim Utama Mobil (distributor Ford di Indonesia).
Nama Haka sendiri merupakan singkatan dari Halim Kalla, yang sekaligus menggambarkan skala dominasi bisnisnya di berbagai sektor strategis nasional.
Selain aktif di dunia korporasi, Halim juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Entrepreneur Indonesia (Keind), organisasi wirausaha yang menaungi pelaku bisnis dari berbagai level—mulai dari pengusaha pemula hingga kelas besar—untuk saling berkolaborasi dan bertumbuh.
Kini, status tersangka yang disandang Halim Kalla menjadi sorotan publik. Gurita bisnisnya yang begitu luas kini dihadapkan pada tudingan penyalahgunaan kekuasaan dan dugaan keterlibatan dalam proyek PLTU bernilai fantastis.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]