“Kemudian, saya di depan meja Pak Dju. Pak Agam memberikan saya uang, beliau menyampaikan, ‘Ini ada uang titipan untuk baca berkas’. Dan ini dari Pak Dju juga menyampaikan, ‘Ini ada atensi dari pimpinan’,” jelas Ali.
Ia menuturkan menerima satu amplop coklat berisi 6-7 ikat uang dolar Amerika Serikat, yang nilainya diperkirakan sekitar 60.000-70.000 dolar atau setara Rp 1,1 miliar.
Baca Juga:
Pengacaranya Diperiksa Kasus Vonis Lepas CPO, Tom Lembong Cabut Kuasa
Beberapa bulan kemudian, pada Oktober 2024, terjadi penyerahan kedua di depan sebuah bank di Jalan Veteran, Gambir, Jakarta Pusat.
Saat itu, Agam dan Ali mendatangi Djuyamto yang sudah lebih dahulu menunggu. Dalam satu mobil, sopir Djuyamto membuka pintu belakang dan menaruh dua tas kertas berisi uang. Setelahnya, ketiganya bubar tanpa banyak bicara.
Sebelum berpisah, Agam sempat mengantar Ali ke kosannya dan mengambil satu tas kertas berisi uang, sementara satu tas lainnya dibawa Agam sendiri. “Saya baru tahu isinya saat saya di kos, sekitar Rp 5 miliar lah,” ujar Ali. Menurutnya, penyerahan kedua ini juga menggunakan mata uang asing senilai sekitar 330.000 dolar AS atau setara Rp 5,1 miliar.
Baca Juga:
Hakim Terima Suap, Menko Yusril Tegaskan Harus Diproses Hukum
Kasus suap ini menyeret total lima orang hakim dan pegawai pengadilan dengan total uang suap mencapai Rp 40 miliar.
Jaksa membeberkan rincian penerimaan uang: eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, menerima Rp 15,7 miliar, panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar, sementara ketua majelis hakim Djuyamto menerima Rp 9,5 miliar.
Dua hakim anggota, yakni Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.