WahanaNews.co, Jakarta – Terdakwa kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi, Hasbi Hasan, mengaku mendapat intimidasi verbal dari oknum penyidik KPK. Intimidasi tersebut terjadi saat dirinya masih berstatus sebagai saksi.
Hal itu dibuka Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif itu saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2024).
Baca Juga:
Ivan Tersangka Perundungan Siswa dapat Sambutan Selamat Datang dari Tahanan Lain
"Pada saat penggeledahan di Mahkamah Agung, saya diintimidasi verbal untuk mengubah Berita Acara Penggeledahan oleh oknum penyidik KPK dan pada saat pemeriksaan saya sebagai saksi, jika saya tidak mengubah Berita Acara, maka chat-chat saya yang bersifat pribadi akan dibuka ke publik," ujar Hasbi saat membacakan pleidoinya, melansir CNN Indonesia.
Hasbi mengaku oknum penyidik KPK yang tidak ia sebut identitasnya itu mengancam dirinya untuk tidak menghubungi siapa pun.
"Oknum penyidik KPK tersebut mengatakan ke saya, 'jangan coba-coba menghubungi atau minta tolong kepada siapa pun, jenderal bintang empat pun saya tidak perhatikan atau abaikan'," kata Hasbi.
Baca Juga:
PGRI Angkat Bicara soal Bupati Vs Supriyani: Preseden Buruk Pemerintah Somasi Rakyat
Saat melakukan penggeledahan di Kantor MA, Hasbi menyebut oknum penyidik KPK juga menggertak sekuriti kantor. Hasbi tidak menjelaskan konteks ketika mengatakan hal tersebut.
"Oknum penyidik tersebut pernah menyampaikan kepada salah seorang pegawai Humas Mahkamah Agung, 'bahwa saya belum menemukan bukti keterlibatan Sekretaris MA, tapi saya penasaran akan menangkap tangan Sekretaris MA tersebut'," lanjut Hasbi.
Respons KPK
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri meminta Hasbi melaporkan kepada penegak hukum apabila benar mengalami kejadian tersebut.
"Karena tentu bukan hanya rangkaian cerita semacam itu yang pada ujungnya tanpa makna namun terlanjur berpotensi merusak reputasi pihak lain," kata Ali saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis.
Juru bicara berlatar belakang jaksa ini menyampaikan seluruh argumen pleidoi Hasbi akan dijawab jaksa KPK pada sidang replik yang rencananya akan digelar pada Senin, 25 Maret mendatang.
"Namun, sebagai pemahaman bersama bahwa kerja penindakan KPK itu dilakukan secara tim, bukan perorangan, dan dilakukan berjenjang secara ketat sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur)," tutur Ali.
"Sehingga sangat sulit dinalar bila ada pihak mengaku janjikan akan dapat pengaruhi hasil pemeriksaan maupun termasuk dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka," tandasnya.
Dalam kasus ini, Hasbi dituntut dengan pidana 13 tahun dan 8 bulan penjara serta denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp3.880.000.000 subsider tiga tahun penjara.
Hasbi sangat keberatan dengan tuntutan pidana tersebut.
Menurut jaksa, Hasbi bersama-sama dengan Dadan Tri Yudianto selaku mantan Komisaris Independen Wijaya Karya (Wika) terbukti menerima suap senilai Rp11,2 miliar terkait pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Suap diberikan oleh Debitur KSP Heryanto Tanaka dengan maksud agar Hasbi bersama Dadan mengupayakan pengurusan perkara kasasi Nomor: 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman selaku Pengurus KSP Intidana dapat dikabulkan oleh hakim agung yang memeriksa dan mengadili perkara serta agar perkara kepailitan KSP Intidana yang berproses di MA dapat diputus sesuai keinginan Heryanto.
Selain itu, Hasbi disebut terbukti menerima gratifikasi berupa uang, fasilitas perjalanan wisata dan penginapan yang seluruhnya senilai Rp630.844.400.
Gratifikasi tersebut diterima dari Devi Herlina selaku Notaris rekanan dari CV Urban Beauty/MS Glow senilai Rp7.500.000; dari Yudi Noviandri selaku Ketua Pengadilan Negeri (PN) Pangkalan Balai senilai Rp100 juta; dan dari Menas Erwin Djohansyah selaku Direktur Utama PT Wahana Adyawarna senilai Rp523.344.400.
[Redaktur: Alpredo Gultom]