WahanaNews.co | Bendahara Keuangan Desa Citemu, Cirebon, Nurhayati, yang ditetapkan tersangka atas pelaporan kasus dugaan korupsi kepala desa.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Polres Cirebon telah gegabah.
Baca Juga:
ICW Pandang Kortastipidkor Harus Fokus Benahi Integritas Internal Polri
Dalam kasus ini Nurhayati pertama kali melaporkan dugaan korupsi kepala desa kepada Ketua BPD Citemu Lukman Nurhakim.
Selanjutnya Ketua BPD melaporkan kasus ini ke polisi.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, menjelaskan bahwa pelapor tidak bisa dituntut hukum baik secara pidana maupun perdata.
Baca Juga:
Usut Kasus Kerugian Negara dan Cuci Uang, ICW Sebut Kejagung Ungguli KPK
"Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporannya," ujar Kurnia melalui keterangan tertulis, Rabu (23/2).
Kurnia berujar Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban menegaskan bahwa jika ada tuntutan hukum terhadap pelapor atas laporannya tersebut, maka tuntutan hukum itu wajib ditunda hingga kasus yang dilaporkan telah diputus oleh Pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap.
"Atas dasar ini, seharusnya Polres Cirebon tidak kemudian gegabah dalam mengambil langkah untuk menetapkan Nurhayati sebagai tersangka atas inisiatifnya melaporkan dugaan korupsi," terang dia.
Lebih lanjut, ia memandang status tersangka Nurhayati bisa memberangus peran serta masyarakat dan berpotensi besar melanggengkan praktik korupsi.
Berdasarkan catatan ICW semester I tahun 2021, sektor dana desa paling rawan dikorupsi dengan nilai kerugian negara mencapai Rp35,7 miliar.
Hal itu sejalan dengan data yang menyatakan bahwa lembaga yang paling sering ditangani oleh aparat penegak hukum adalah pemerintahan desa.
"Selain itu, aparatur desa juga masuk dalam 10 besar aktor paling banyak terjerat kasus korupsi. Atas kondisi buram ini, bukan tidak mungkin sektor dana desa akan semakin menjadi ladang basah korupsi," kata Kurnia.
Kurnia menambahkan kasus pelapor korupsi yang justru diproses hukum bukan kali ini saja terjadi.
Sebelumnya ada seorang mahasiswa di Universitas Negeri Semarang yang menerima skorsing selama 6 bulan setelah melaporkan rektor kepada KPK.
Ia pun menyayangkan fakta tersebut karena ke depan masyarakat akan selalu merasa terancam jika ingin melaporkan kasus dugaan korupsi ke aparat penegak hukum.
"Peran serta masyarakat dalam melaporkan dugaan korupsi telah dilindungi sejumlah peraturan perundang-undangan," imbuhnya.
Terhadap Nurhayati, ICW, lanjut Kurnia, mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar segera mengambil langkah dalam memberikan perlindungan sebagai bentuk dukungan terhadap upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia.
Kemudian, ia juga mendesak KPK agar segera menyelesaikan sengkarut koordinasi antara Kejaksaan Negeri Cirebon dan Polres Cirebon dengan cara melakukan koordinasi dan supervisi sebagaimana mandat Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 8 huruf a UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Sebelumnya, penetapan Nurhayati sebagai tersangka kasus dugaan korupsi menjadi buah bibir masyarakat dalam beberapa waktu terakhir.
Pasalnya, Nurhayati merupakan pelapor kasus dugaan korupsi yang menyeret Kepala Desa Citemu berinisial S.
Bareskrim Polri dan KPK pun sudah turun tangan guna mengetahui secara mendalam kasus ini. Sementara itu, Polda Jabar mengatakan Nurhayati bukan Pelapor. [bay]