WahanaNews.co | Kejahatan Keuangan Hijau atau Green Financial Crime (GFC), yang mencakup Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), menjadi ancaman serius terhadap keberlanjutan lingkungan hidup dan sumber daya alam (SDA) di Indonesia.
Dampaknya meluas, merugikan hak hidup, hak sosial, ekonomi, serta kelestarian lingkungan bagi generasi mendatang.
Baca Juga:
KPK Masih Lacak Pencucian Uang Lukas Enembe
Karakteristik lintas ruang dan waktu dari GFC menjadikan partisipasi aktif masyarakat sipil, khususnya organisasi masyarakat sipil (Civil Society Organization atau CSO), sangat penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan ini.
Dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah, aparat penegak hukum, akademisi, serta pelaku usaha, menjadi kunci keberhasilan upaya ini.
Peran Kunci KPK dan PPATK
Baca Juga:
Buntut Transaksi Janggal Rp 349 T, Mahfud MD Bentuk Satgas
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terus memperkuat komitmennya dalam melawan GFC.
Melalui Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam yang diluncurkan pada 2014, serta mekanisme pengawasan transaksi keuangan, kedua lembaga ini mengandalkan data, informasi, dan laporan masyarakat sipil untuk mengungkap jaringan kejahatan korupsi dan pencucian uang di sektor lingkungan.
Namun, partisipasi masyarakat sipil dan dukungan penuh dari lembaga pemerintah serta aparat penegak hukum dinilai belum optimal.