WahanaNews.co, Surabaya - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, jadi rebutan 2 kubu, yakni pendukung Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
Ini karena ada harapan bahwa Khofifah Indar Parawansa akan bergabung dengan tim kampanye Prabowo-Gibran atau Ganjar-Mahfud.
Baca Juga:
Dua Oknum ASN Pemkab Manokwari Disebut Bawaslu Langgar Netralitas
Terkait dengan situasi di mana namanya menjadi pusat perhatian kedua kubu tersebut, Khofifah meresponsnya dengan tenang.
Sampai saat ini, Khofifah mengatakan bahwa ia belum memiliki pandangan yang jelas mengenai bergabung dengan tim kampanye dalam Pemilihan Presiden 2024. Saat ini, Khofifah lebih memilih untuk fokus dan mengutamakan tugasnya sebagai Gubernur Jawa Timur.
"Izinkan saya untuk berfokus pada tugas saya sebagai Gubernur," ujar Khofifah.
Baca Juga:
KPU Bone Bolango Sosialisasikan Pembentukan Pantarlih untuk Pemilihan Bupati Tahun 2024
"Masa jabatan saya sebagai gubernur di periode ini berakhir pada 31 Desember 2023," ujarnya di Desa Ngadas, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Kamis (2/11/2023), melansir TribunJatim.com.
Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Rosan Roeslani, mengklaim telah menemui Khofifah Indar Parawansa.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua DPP Partai Demokrat, Herman Khaeron.
Herman mengatakan, Rosan Roeslani dan Khofifah bertemu beberapa waktu terakhir di Surabaya, Jawa Timur.
Adapun pertemuan keduanya untuk memastikan Khofifah mendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
"Pak Rosan kok yang ketemu di sana. Pak Rosan kan Surabaya," ungkapnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Sementara itu, Ketua DPP PDIP Bidang Ideologi dan Kaderisasi, Djarot Saiful Hidayat, mengaku melihat ada sinyal yang menunjukkan ketertarikan Khofifah bergabung ke kubu Ganjar-Mahfud.
Selain Khofifah, Djarot juga melihat ada sinyal dari mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, bersedia gabung ke Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud.
Menurut Djarot, kedekatan Ridwan Kamil dan Khofifah dengan PDIP terjalin sangat baik.
"Sinyal-sinyalnya ternyata mau juga. Pak Ridwan Kamil itu kan dekat juga sama kami, nah kan bangun patung Bung Karno, gede banget sampai juga bangun di Maroko ya, luar biasa," ujar Djarot, Senin (30/10/2023).
"Tapi katanya, Bu Khofifah juga. Bu Khofifah sama kita dekat banget."
"Jadi kedekatan-kedekatan ideologis, kedekatan historis itu menjadi penting. Jadi gitu," jelasnya.
Sebelumnya, Ganjar Pranowo juga berharap Khofifah dan Ridwan Kamil masuk ke TPN Ganjar-Mahfud.
Hal ini disampaikan Ganjar Pranowo di Sekolah Partai PDIP, Jakarta, Sabtu (28/10/2023).
"Saya komunikasi terus menerus setiap saya ke Jawa Timur, 'Mbak Khofifah saya di sini', 'ya mudah-mudahan sukses' begitu, karena saya sangat baik sama beliau," kata Ganjar, dikutip dari Kompas.com.
Namun, Ganjar mengaku keinginan untuk mengajak Khofifah dan Ridwan Kamil ke tim pemenangannya tidak bisa terwujud begitu saja.
"Kang Emil juga kepingin kita tarik semuanya," kata Ganjar.
"Tapi kan ngajak-ngajak kawan-kawan ini harus butuh kelegaan hati, kesamaan batin gitu ya, agar kita bisa kompak," terang dia.
Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Para Syndicate, Ari Nurcahyo, mengkritisi posisi pejabat pemerintah yang belakangan ini santer dikabarkan siap-siap masuk dalam tim sukses pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024.
Ari Nurcahyo kemudian mengusulkan agar seluruh pejabat pemerintah bahkan setingkat menteri harusnya mundur dari jabatan jika memutuskan terlibat dalam agenda pemenangan salah satu paslon.
"Saya pikir selain bagaimana mekanisme cuti atau pendisiplinan tadi untuk mereka yang terlibat dalam tim pemenangan timses segala macam, tentu sikap-sikap seperti lebih baik mengundurkan diri kalau memang harus terjun ke politik praktis, hal untuk menghindari konflik kepentingan ya mungkin beberapa pejabat (perlu) melakukan itu," jelas Ari dalam diskusi Para Syndicate bertajuk 'Mempertaruhkan Legitimasi Pemilu: Anak Presiden Cawapres, Mungkinkan Presiden Netral?', Jumat (3/11/2023).
Ari berpendapat bahwa tindakan pengunduran diri tersebut bisa memberikan keyakinan kepada masyarakat apabila tidak terdapat instrumen negara yang dimanfaatkan dalam tahapan Pemilu yang akan datang.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]