WahanaNews.co, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sandy Handika mengatakan mantan terpidana kasus pembunuhan berencana Jessica Kumala Wongso memanfaatkan film dokumenter 'Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso' untuk menarik simpati publik sehingga mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ketiga.
"Pemohon PK 3 dan kuasa hukumnya tampak juga memanfaatkan momentum dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso yang disiarkan oleh Netflix, yang secara ironis berhasil mengelabui sebagian besar masyarakat Indonesia," ujar jaksa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (29/10).
Baca Juga:
Kronologi Selebgram Alnaur, Bisnis Penipuan Investasi Sempat Bebas Ditangkap di Jepang
Kata jaksa, mereka yang merasa inferior terhadap produk luar negeri (Netflix) menganggap dokumenter tersebut hanya karena diproduksi oleh pihak asing memiliki kebenaran yang lebih tinggi derajatnya, daripada putusan hukum di Indonesia.
Padahal, kata jaksa, fakta-fakta dalam perkara a quo sudah diuji dan terbukti secara jelas di berbagai tingkat peradilan, mulai dari pengadilan negeri, tinggi dan Mahkamah Agung (MA) melalui kasasi dan dua kali PK.
"Beragam ahli ditemukan dari berbagai disiplin ilmu pun sudah dihadirkan untuk menyampaikan pengetahuan dan analisisnya. Namun, pemohon PK 3 dan kuasa hukumnya tetap berusaha memutarbalikkan kenyataan dengan menyalurkan narasi palsu yang dibungkus dengan nuansa internasional seolah-olah untuk memancing simpati dan memengaruhi persepsi publik," ucap jaksa.
Baca Juga:
Sidang Perdana, Guru SD Konawe Didakwa Pasal Perlindungan Anak
Jaksa pun meminta majelis hakim menolak permohonan PK Jessica.
Sebelumnya, Jessica didampingi pengacaranya Otto Hasibuan mendaftarkan PK melalui PN Jakarta Pusat pada Rabu (9/10).
Otto menjelaskan PK menjadi upaya hukum yang bisa diambil oleh terdakwa atau terpidana untuk membantah tudingan yang dialamatkan kepada dirinya.
"Jadi, hari ini kita datang dan Jessica juga hadir di sini dan terus terang saja memang ini tidak mudah bagi kami karena bagaimanpun dia kan sudah dibebaskan dengan cara bebas bersyarat," kata Otto beberapa waktu lalu.
"Diskusi kami panjang, apakah perlu mengajukan PK atau tidak. Berhari-hari walaupun sudah lama kami siapkan tapi berhari-hari pembicaraan ini terus berlangsung, tetapi jessica tetap mengatakan saya tidak melakukan perbuatan itu sehingga sekecil apa pun kesempatan yang diberikan oleh Undang-undang kepada saya, saya harus melakukan upaya hukum terhadap itu, dia bilang," sambungnya.
Menurut Otto, pihaknya telah memegang novum termasuk ada kekeliruan hakim. Namun, ia enggan menjelaskan secara gamblang novum tersebut.
Ia pun mengungkapkan alasan tetap mengajukan PK kendati Jessica sudah menjalani masa pembebasan secara bersyarat.
"Meskipun dia [Jessica] sudah di luar, tapi kan dia merasa tidak melakukan perbuatan itu. Dia ingin membantahkan kalau boleh MA menyatakan dia tidak bersalah. Itu saja. Tidak ada sebenarnya tuntutan lain daripada itu," ungkap Otto.
[Redaktur: Alpredo Gultom]