WahaNews.co | Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut siapa pun presiden yang terpilih pasti akan menghadapi kesulitan jika Pilpres 2024 terjadi polarisasi politik.
Listyo menyampaikan itu lewat pidato ilmiah bertajuk Anak Muda dan Tantangan Kebangsaan di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Sabtu (29/10).
Baca Juga:
Cegah Polarisasi, Pemilu 2024 Harus Bebas dari Politik Identitas
"Siapa pun yang terpilih akan menghadapi masalah ini (polarisasi). Siapa pun pemimpinnya akan berat," kata Listyo mengutip Antara.
Menurut dia, Pemilu 2019 harus menjadi pengalaman dalam menghadapi Pemilu 2024. Polarisasi yang begitu kental di masyarakat terjadi kala itu.
Saat ini, tahapan Pemilu 2024 sudah mulai berjalan. Seirama dengan itu, tak menutup kemungkinan ada politik identitas yang dimainkan oleh pihak tertentu.
Baca Juga:
Untuk Redam Polarisasi, Bawaslu akan Siapkan Satgas Medsos Pemilu
Kampanye hitam hingga polarisasi, kata Listyo, bisa jadi terjadi di Pilpres 2024 mendatang. Oleh karena itu persatuan dan kesatuan harus dijaga agar stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat, serta politik turut terjaga.
"Pemilu 2024 harus berkualitas. Jangan mau terprovokasi dan terpolarisasi," katanya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai membuka masa pendaftaran capres-cawapres pada 19 Oktober 2023 mendatang. Dilanjut masa kampanye hingga awal Februari.
Setelah itu, pemungutan suara digelar pada 14 Februari 2024. Masyarakat tak hanya memilih calon presiden, tetapi juga caleg DPR, DPRD serta DPD.
Terpisah, hasil analisis Drone Emprit menyebutkan Generasi Z atau generasi yang lahir antara tahun 1995 sampai 2012 bisa menjadi peredam potensi polarisasi Pemilu 2024.
"Generasi Z ini tidak sepenuhnya menyepakati narasi-narasi yang diangkat oleh seniornya (Milenial dan Generasi X), kalau saya lihat lebih kritis terhadap informasi," kata Lead Analyst Drone Emprit Rizal Nova Mujahid saat dihubungi di Yogyakarta, Kamis (27/10), dikutip dari Antara.
Menurut Rizal, Generasi Z dengan usia antara 13 sampai 23 tahun dalam peta percakapan di media sosial cenderung tidak mengikuti narasi yang dibangun generasi milenial (25-34 tahun) dan generasi X (41-56 tahun) menjelang Pemilu 2024.
Sementara, generasi milenial belum mengarah pada adu gagasan atau program, melainkan masih bersifat menyerang pribadi tokoh dengan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) seperti saat Pilkada DKI 2017 dan Pemilu 2019.
"Enggak ada narasi yang lain, polanya masih sama, mengarah ke orangnya, serangan ke personal, dan bukan serangan kepada program," kata dia.
Rizal pun menilai pola narasi Generasi Milenial di medsos masih berpotensi memicu polarisasi. "Sebenarnya polarisasi bukan sudah terpetakan, tapi sudah terjadi. Kami melihat polarisasi sudah lama berjalan dan masih berjalan," ujarnya.
Karena itu, Generasi Z yang memiliki persentase pengguna medsos mencapai 8,2 persen (13-17 tahun) sampai 11,6 persen (18-24 tahun) dengan karakter yang kritis perlu terus diarahkan dan didorong untuk meredam polarisasi.
"Saya berharap banyak pada Generasi Z ini karena mereka terbiasa dengan gadget, terbiasa ngecek informasi yang ada, berbeda dengan Generasi Milenial," tandasnya. [tum]