Dia juga mengingatkan bahwa ada pasal-pasal yang mengatur mengenai Presiden yang akan berkampanye.
"Pasal-pasal tentang Presiden yang akan berkampanye itu juga mengatur pengamanan dan fasilitas kesehatan Presiden dan Wakil Presiden yang berkampanye. Ketentuan lebih lanjut bagi presiden dan wakil presiden yang akan kampanye diatur oleh Peraturan KPU," ujar Yusril.
Baca Juga:
Afrizal Sintong : Penyebab Gaji Honorer dan Tunjangan Pegawai Belum Dibayar Karena Plt Bupati Tidak Mau Tandatangani APBD Perubahan
Lantas, bagaimana terkait keberpihakan presiden? Yusril mengatakan, jika presiden berkampanye, maka dia diperbolehkan untuk berpihak.
Dia mempertanyakan mana mungkin seseorang mengkampanyekan satu paslon, tapi tidak berpihak ke paslon tersebut.
"UU kita tidak menyatakan bahwa presiden harus netral, tidak boleh berkampanye, dan tidak boleh memihak. Ini adalah konsekuensi dari sistem presidensial yang kita anut, yang tidak mengenal pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan, dan jabatan presiden dan wapres maksimal dua periode sebagaimana diatur oleh UUD 45," kata Yusril.
Baca Juga:
Kampanye Akbar Agustiar-Edy di Kota Sampit, Dihadiri Kaesang Pangarep
"Keadaan Jokowi dalam Pemilu 2024 tidak bisa dibandingkan dengan Bung Karno dalam Pemilu 1955. Waktu itu, kita menganut sistem parlementer. Sebagai kepala negara, Bung Karno harus berdiri di atas semua golongan. Bung Karno tidak memikul tanggung jawab sebagai kepala pemerintahan yang ada pada Perdana Menteri Burhanudin Harahap waktu itu. Wapres Hatta juga mengambil sikap netral dalam Pemilu 1955," ujarnya lagi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan, seorang Presiden boleh berkampanye dalam pemilihan umum (pemilu).
Selain itu, menurut Jokowi, seorang Presiden juga boleh memihak kepada calon tertentu dalam kontestasi pesta demokrasi.