WahanaNews.co, Jakarta - Sebagai saksi meringankan, Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyampaikan sejumlah keterangan di sidang Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan LNG tahun 2011-2021.
JK dihadirkan oleh tim kuasa hukum Karen dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi di di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Baca Juga:
Terkait Korupsi KA, Kejagung Periksa Tiga Mantan Kepala BTP Sumbangut
Melansir CNN Indonesia, JK mengatakan pemerintah hanya mengurusi sebuah kebijakan, bukan mengurusi hal teknis pembelian gas. Hal tersebut disampaikan JK saat ditanya perihal Perpres Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional.
"Sekali lagi, pemerintah, Presiden hanya mengatur kebijakan," kata JK.
Berikut sejumlah poin kesaksian JK di sidang Karen Agustiawan:
Baca Juga:
Korupsi Tata Niaga PT Timah, 3 Eks Kadis ESDM Babel Dituntut 6 Hingga 7 tahun Penjara
Bingung Karen jadi terdakwa korupsi
JK mengaku bingung Karen menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan LNG. Menurut JK, Karen hanya melaksanakan tugas.
"Saya juga bingung kenapa dia jadi terdakwa, bingung karena dia menjalankan tugasnya," ujar JK.
JK menilai bakal berbahaya apabila BUMN yang rugi harus dihukum.
"Kalau suatu kebijakan bisnis, langkah bisnis rugi cuma dua kemungkinannya, dia untung, dan rugi. Kalau semua perusahaan rugi, maka seluruh BUMN karya harus dihukum, ini bahayanya, kalau satu perusahaan rugi harus dihukum, maka semua perusahaan negara harus dihukum, dan itu akan menghancurkan sistem," jelas JK.
Pernyataan JK itu lantas disambut tepuk tangan pengunjung sidang. Hakim lalu mengingatkan pengunjung sidang untuk tidak tepuk tangan.
"Penonton tolong tidak ada tepuk tangan, karena di sini bukan menonton, kita mendengar fakta," tutur hakim.
Sebut pemerintah hanya urusi kebijakan
JK mengatakan bahwa pemerintah hanya mengurusi sebuah kebijakan, bukan mengurusi hal teknis pembelian gas.
Pernyataan itu disampaikan JK saat ditanya perihal Perpres Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional.
"Sekali lagi, pemerintah, Presiden hanya mengatur kebijakan," kata JK.
Kemudian, JK menjelaskan bahwa urusan teknis pembelian LNG dan komoditas energi sepenuhnya diatur atau diurusi oleh PT Pertamina sebagai BUMN yang bergerak di bidang energi.
"Teknisnya oleh Pertamina, jadi, presiden tidak sampai bahwa bicara begini, beli di sini, tidak," kata JK.
"Jadi ini adalah suatu keputusan bersama kemudian tentang teknisnya sekali lagi apakah beli dimana itu tidak diatur oleh instansi lain. Hanya oleh Pertamina sebagai lembaga atau organisasi bisnis yang berhak untuk itu," sambung JK.
Nilai kerugian negara murni proses bisnis dan Covid
JK berpandangan bahwa kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan LNG itu murni terjadi lantaran proses bisnis dan Covid-19.
"Ya, murni proses bisnis dan intinya Covid," tutur JK usai sidang.
Menurut JK, untung dan rugi dalam proses bisnis merupakan hal biasa.
JK mengatakan apabila seorang pimpinan atau direktur membuat suatu kebijakan, hal tersebut bukan perbuatan kriminal selama tidak menguntungkan diri sendiri.
"Kalau pimpinan atau direktur membuat kebijakan, itu mestinya selama tidak menguntungkan dia sendiri, itu bukan kriminal itu kebijakan, selama tidak menguntungkan ya," kata JK.
Karen Agustiawan sebagai Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014 didakwa merugikan keuangan negara sejumlah US$113 juta atas kasus dugaan korupsi terkait pengadaan LNG tahun 2011-2021.
Karen disebut memperkaya diri sebesar Rp1.091.280.281 (Rp1 miliar) dan US$104.016. Karen disebut juga memperkaya korporasi yaitu Corpus Christi Liquefaction LLC sebesar US$113.839.186.
Berdasarkan hasil pemeriksaan investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada 29 Desember 2023, Karen memberikan persetujuan pengembangan LNG di Amerika Serikat tanpa ada pedoman yang jelas.
Karen disebut hanya memberi izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi analisis secara ekonomis dan analisis risiko.
Karen pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
[Redaktur: Alpredo Gultom]