WahanaNews.co | Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menggeledah 2 lokasi terkait kasus suap dan gratifikasi pengadaan barang
dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021.
Kedua
lokasi itu adalah Dinas PUTR Provinsi Sulsel dan rumah pribadi tersangka
Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah (NA).
Baca Juga:
Polda Sumut Amankan dan Patroli Lokasi Wisata
"Hari
ini (2/03/2021) Tim Penyidik KPK telah selesai melaksanakan penggeledahan di 2
lokasi berbeda di Sulawesi Selatan yaitu di Kantor Dinas PUTR Provinsi Sulsel
dan Rumah Kediaman Pribadi tersangka NA," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri,
Selasa (2/3/2021).
Ali
mengatakan, dari kedua lokasi tersebut, ditemukan dan diamankan bukti, di antaranya berbagai dokumen yang
terkait dengan perkara ini dan juga sejumlah uang tunai.
"Sebelumnya,
Senin (1/3/2021), Tim Penyidik KPK juga telah melakukan penggeledahan di 2
lokasi berbeda di Sulawesi Selatan, yaitu Rumah Dinas Jabatan Gubernur Sulsel dan Rumah Dinas
Jabatan Sekretaris Dinas PUTR," kata Ali.
Baca Juga:
Polres Taput Amankan Kebaktian Malam Natal Dan Umum di Setiap Gereja
Dari
sana, ditemukan dan diamankan bukti, di antaranya berbagai dokumen yang terkait dengan perkara ini
dan sejumlah uang tunai.
Ali
mengatakan, pihaknya masih melakukan penghitungan terkait uang tunai
yang ditemukan.
"Selanjutnya
terhadap dokumen dan uang tunai dimaksud akan dilakukan validasi
dan analisa lebih lanjut dan segera dilakukan penyitaan sebagai barang
bukti dalam perkara ini," katanya.
KPK
menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait
pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di
lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021.
Mereka
adalah Nurdin Abdullah; Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum (Sekdis PU) Pemprov
Sulsel, Edy Rahmat; dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto.
Nurdin
diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar dari Agung, serta diduga menerima
gratifikasi dengan total nilai Rp 3,4 miliar.
Suap
diberikan guna memastikan agar Agung bisa mendapatkan kembali proyek yang
diinginkannya di tahun 2021.
Sebagai
penerima, NA dan ER disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau
Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1
KUHP.
Sementara
itu, selaku pemberi, AS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal
5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1
KUHP. [dhn]