WahanaNews.co | Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menambah hasil penyitaan dan jumlah tersangka dalam kasus dugaan korupsi di PT
Dirgantara Indonesia (PT DI).
Hingga
kini, lembaga antirasuah itu telah menyita aset properti dan uang
tunai mencapai sekitar Rp 40 miliar.
Baca Juga:
KPK Sita Uang Rp2,8 M dan Senjata Baretta dari Rumah Kadis PUPR Sumut Nonaktif
"Dalam
perkara ini, KPK melakukan penyitaan uang serta properti dengan nilai
kurang lebih Rp 40 miliar," kata Deputi Penindakan KPK,
Karyoto, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/10/2020).
KPK juga mengumumkan
tersangka baru dalam kasus itu, yakni Direktur Utama PT PAL Indonesia,
Budiman Saleh.
Budiman, yang
pernah menjadi direksi di PT DI, diduga turut terlibat dalam dugaan korupsi penjualan dan
pemasaran fiktif di perusahaan plat merah itu.
Baca Juga:
Warga Lapor Jalan Jelek Jadi Titik Awal Terbongkarnya Skandal Korupsi Rp231 M di Sumut
Dalam
kasus itu, Budiman diduga menikmati aliran dana sekitar Rp 686 juta, terkait kontrak penjualan dan pemasaran
fiktif di PT DI.
Di PT
DI, Budiman sempat menjabat sebagai Direktur Aerostructure pada
2007-2010, Direktur Aircraft Integration pada 2010-2012, dan Direktur Niaga dan
Restrukturisasi pada 2012-2017.
"Tersangka
BUS (Budiman) diduga menerima aliran dana hasil pencairan pembayaran pekerjaan
mitra penjualan fiktif tersebut sebesar Rp 686.185.000," imbuh Karyoto.
Sebelumnya, KPK sudah menetapkan dua tersangka, yakni
mantan Dirut PT DI, Budi Santoso, dan mantan Kepala Divisi Penjualan PT DI, Irzal
Rinaldi Zailani.
Kasus
penjualan dan pemasaran fiktif itu diduga untuk menutupi kebutuhan dana PT DI
demi mendapatkan pekerjaan di kementerian, termasuk biaya entertainment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat
dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.
Pada
2008 hingga 2018, PT DI membuat kontrak kemitraan pemasaran dan penjualan alat
pertahanan dengan sejumlah perusahaan.
Mitra
tersebut adalah PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi
Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Pada
2011, PT DI mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen,
setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
Selama
tahun 2011 hingga 2018, jumlah pembayaran yang dilakukan oleh PT DI kepada enam
perusahaan mitra/agen tersebut adalah sekitar Rp 205,3 milyar dan US$ 8,65 juta.
Namun,
setelah adanya kontrak kerjasama tersebut, seluruh mitra tidak pernah
melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban.
Sebagian
uang kontrak yang dibayarkan ke mitra itu justru mengalir ke Direksi
PT DI. KPK menaksir, kerugian dalam kasus ini mencapai Rp 315 miliar. [dhn]