WahanaNews.co | Ahli
kebakaran dari Universitas Indonesia (UI), Yulianto, mengungkapkan proses
terbakarnya Gedung Utama Kejaksaan Agung yang disebabkan bara api dari puntung
rokok.
Yulianto menuturkan,
peristiwa kebakaran yang berasal dari puntung rokok akan mengalami smouldering
atau proses membara. Cirinya adalah timbul banyak asap berwarna putih.
Baca Juga:
Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah, Kejagung Periksa 22 Pejabat Perusahaan Singapura
Kemudian, proses itu
bisa mengalami transisi menjadi flaming.
"Kalau smouldering,
ada yang merokok misalnya, itu kalau dimasukkan alat ukur, temperaturnya kurang lebih 600 derajat
Celcius.
Begitu dia bertransisi
menjadi flamming
combustion, bisa
di atas 1000 derajat Celcius," kata Yulianto di Gedung Bareskrim Polri,
Jakarta Selatan, Jumat (23/10/2020).
Saat kebakaran di
Kejagung, tak hanya dua proses itu yang terjadi. Ia mengungkapkan, api kemudian tumbuh atau
terjadi fire
growth.
Baca Juga:
Buronan Diduga Terkait Pembacokan Jaksa Deli Serdang Ditangkap Kejagung
Bila tak cepat
ditangani, api akan tumbuh dengan sangat cepat, bahkan hingga mencapai 900
derajat Celcius.
Karena suhu yang
tinggi, kaca di gedung tersebut pecah. Yulianto menuturkan, suhu 120 derajat
Celcius adalah temperatur yang membuat kaca pecah.
Setelah kaca pecah,
api akan mencari oksigen untuk tetap tumbuh dan menjalari obyek di sekitarnya.
Yulianto mengatakan,
penyebab lainnya api menjalar ke bagian lain Gedung Utama Kejagung, adalah adanya bahan aluminium
composite panel (ACP).
Menurutnya, ada
bahan mudah terbakar pada bagian instalasi ACP itu, yang menyebabkan kenaikan suhu
pada lantai di bawahnya. Akibatnya, api akan menyebar.
"Di bagian
instalasinya (ACP), terdapat bahan yang mudah terbakar. Ketika dia terbakar,
terjadi tetesan ke bawah," ungkapnya.
"Tetesan ini
yang menyebabkan di sekitar lantai di bawah juga mengalami temperatur yang
sangat tinggi. Ketika temperaturnya sangat tinggi, maka kacanya pecah. Api akan
menjilat ke dalam," sambung dia.
Dalam kasus ini,
polisi menetapkan total delapan tersangka. Lima
tersangka,
yang berinisial T, H, S, K, dan IS, berprofesi sebagai tukang.
Saat kejadian,
mereka sedang melakukan kegiatan renovasi di aula Biro Kepegawaian di lantai 6 gedung
tersebut,
yang menjadi lokasi sumber api.
Menurut polisi, para
tukang itu merokok,
sehingga menyebabkan kebakaran. Mereka merokok, meski terdapat bahan-bahan
mudah terbakar di ruangan tempat mereka bekerja.
Kemudian, polisi
juga menetapkan mandor para tukang tersebut, yang berinisial UAM, sebagai tersangka. Sebab,
mandor itu seharusnya mengawasi para tukang bekerja.
Dua tersangka
lainnya,
Direktur Utama PT APM berinisial R dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari
Kejagung dengan inisial NH.
Keduanya ditetapkan
sebagai tersangka terkait dengan perjanjian pengadaan pembersih merek TOP Cleaner yang digunakan di gedung
tersebut.
Menurut polisi,
pembersih tersebut mengandung zat yang mempercepat penjalaran api. Penyidik
juga menemukan,
pembersih tersebut tidak
memiliki izin edar.
Adapun R selaku
penjual cairan pembersih tersebut, sementara NH selaku pejabat Kejagung yang
menandatangani perjanjian pengadaan.
Dalam kasus ini,
polisi mengaku tidak menemukan unsur kesengajaan. Para tersangka dinilai lalai
sehingga menyebabkan kebakaran terjadi.
Saat ini, polisi
belum menahan para tersangka dan akan memanggil mereka. Kedelapan tersangka
dikenakan Pasal 188 KUHP jo Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman
hukumannya 5 tahun penjara.
Kebakaran yang
terjadi pada 22 Agustus 2020 pukul 18.15 WIB itu akhirnya dapat dipadamkan
keesokan harinya, 23 Agustus 2020 pukul 06.15 WIB. Akibat kejadian itu, semua
ruangan di Gedung Utama Kejagung habis terbakar. [dhn]