WahanaNews.co |
Penyidik Kejaksaan Agung
(Kejagung) tengahmempertimbangkan untuk melanjutkan perkara dugaan tindak
pidana korupsi pada PT Pertamina terkait investasi di Blok Baster Manta Gummy
(BMG) Australia tahun 2009.
Perkara
korupsi yang diduga merugikan keuangan negara sebesar US$ 31 juta dan US$ 26
juta tersebut masih menyisakan satu tersangka yang tidak kunjung dilimpahkan ke
jaksa penuntut umum (JPU) untuk diadili, yaitu Genades Panjaitan selaku eks
Chief Legal Council and Compliance PT Pertamina.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Salurkan Bantuan ke 7 Posko Erupsi Gunung Lewotobi
"Memang
masih ada satu tersangka, kita sedang mempertimbangkan dan dalami apa ada aspek
hukum lain atau tidak yang bisa dikenakan. Kalau ada aspek hukum lain, pasti
dilanjutkan," tutur Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Ali Mukartono,
kepada wartawan, Rabu (2/6/2021).
Ali mengatakan,
pihaknya akan lebih berhati-hati dalam menindaklanjuti perkara korupsi pada PT
Pertamina itu, agar tidak ada putusan yang sama seperti Mahkamah Agung (MA)
terhadap para tersangka lainnya.
"Karena
putusan kemarin itu bahwa kerugian muncul akibat risiko bisnis. Kalau risiko
bisnis, artinya bukan tindak pidana. Kita masih dalami ini," katanya.
Baca Juga:
Pertamina Manfaatkan Potensi Alam untuk Serap Karbon Lewat Dua Inisiatif Terintegrasi
Seperti
diketahui, kasus korupsi tersebut terjadi pada 2009, Pertamina melalui anak
perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE), melakukan akuisisi saham sebesar
10 persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian
dengan ROC Oil atau agreement for sale and purchase-BMG Project itu diteken
pada 27 Mei 2009.
Nilai
transaksinya mencapai US$ 31 juta.
Akibat
akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya dari
Blok BMG sebesar US$ 26 juta.
Melalui dana
yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar, Pertamina berharap Blok BMG bisa
memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barel per hari.
Ternyata,
Blok BMG hanya dapat bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte
Ltd rata-rata 252 barel per hari.
Pada 5
November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian
produksi minyak mentah.
Alasannya,
blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Investasi
yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun
keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil
penyidikan Kejagung menemukan ada dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan
investasi di Blok BMG.
Pengambilan
keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian
kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap
mutakhir.
Diduga,
direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Akibatnya,
muncul kerugian keuangan negara cq Pertamina sebesar US$ 31 juta dan US$ 26
juta atau setara Rp 568 miliar. [qnt]