WAHANANEWS.CO, Jakarta - Skandal pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek memasuki babak baru.
Setelah menetapkan empat orang sebagai tersangka, Kejaksaan Agung kini mulai menyoroti peran dan potensi keuntungan yang diperoleh mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, dalam proyek digitalisasi senilai Rp9,3 triliun tersebut.
Baca Juga:
Fantastis, Harta Nadiem Pernah Tembus Rp4,8 Triliun saat Laptop Diborong
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menyatakan penyidik masih mendalami kemungkinan keterlibatan langsung Nadiem, termasuk apakah dia mendapatkan keuntungan dari proyek pengadaan laptop berbasis Chrome OS.
“Apa keuntungan yang diperoleh oleh NAM (Nadiem Anwar Makarim) ini yang sedang kami dalami, penyidik fokus ke sana.
Termasuk tadi disampaikan adanya investasi dari Google ke Gojek, kami sedang masuk ke sana,” ujar Qohar dalam konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, 15 Juli 2025.
Baca Juga:
Dibongkar Gibran dan JK, Sisi Gelap Nadiem Makarim Terkuak
Nadiem telah dua kali dipanggil sebagai saksi dalam perkara ini, yakni pada 23 Juni dan 15 Juli 2025.
Qohar menyebut, peran Nadiem tidak sekadar sebagai menteri, melainkan juga sebagai inisiator yang sudah terlibat sejak sebelum resmi menjabat.
Dalam penjabaran kronologi yang disampaikan Qohar, diketahui bahwa pada 6 Mei 2020, Nadiem memimpin rapat melalui Zoom bersama sejumlah pejabat internal Kemendikbudristek.
Dalam rapat itu, ia secara langsung memerintahkan pelaksanaan program Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di tingkat PAUD hingga SMA menggunakan sistem operasi Chrome OS milik Google.
“Pada 6 Mei 2020 JT bersama dengan SW, MUL, kemudian Ibam dalam rapat yang dipimpin langsung oleh NAM. Dalam rapat itu, NAM perintahkan pelaksanaan program TIK dengan menggunakan Chrome OS dari Google padahal saat itu pengadaan belum dilaksanakan,” ungkap Qohar.
Qohar juga membeberkan bahwa jauh sebelum diangkat sebagai menteri pada 19 Oktober 2019, Nadiem telah membahas anggaran dan desain program digitalisasi pendidikan bersama sejumlah orang dekat, termasuk Ibrahim Arief (Ibam) dan Fiona. Setelah dilantik, pembahasan teknis proyek ini diteruskan oleh Jurist Tan atas nama Nadiem.
Tak hanya itu, Nadiem tercatat melakukan pertemuan dengan pihak Google pada Februari dan April 2020.
Hal ini menambah sorotan atas keterlibatan langsungnya dalam penunjukan sistem operasi yang digunakan dalam pengadaan.
Terkait proyek tersebut, Kejagung telah menetapkan empat tersangka: Jurist Tan (eks Stafsus Nadiem), Ibrahim Arief (eks Konsultan Teknologi), Mulyatsyahda (mantan Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah), serta Sri Wahyuningsih (Direktur Sekolah Dasar).
Keempat tersangka diduga melakukan pemufakatan jahat dan secara sengaja mengarahkan tim teknis untuk memilih vendor yang menyediakan perangkat dengan sistem operasi Chrome OS.
Padahal, keterbatasan jaringan internet di banyak daerah membuat perangkat itu tidak bisa dimanfaatkan secara optimal di lapangan.
Pengadaan 1,2 juta unit laptop dengan total anggaran Rp9,3 triliun itu justru dinilai mubazir karena bergantung penuh pada koneksi internet yang belum merata di berbagai wilayah Indonesia, termasuk daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Menurut perhitungan Kejagung, akibat dari tindakan para tersangka, negara mengalami kerugian mencapai Rp1,98 triliun.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]