WahanaNews.co, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap peran taipan minyak asal Indonesia Riza Chalid dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang. Kasus tersebut terjadi di lingkup PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kerja Sama (KKS) pada 2018-2023.
Sosok Riza Chalid terseret kasus korupsi Pertamina karena anaknya, Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa telah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca Juga:
SPBU Solo Bermasalah, Konsumen Dirugikan Akibat Pertamax Tercampur Air
Penggeledahan dilakukan di Jalan Jenggala, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan lantai 20 Gedung Plaza Asia, Jakarta Pusat satu hari setelah Kejagung menetapkan tujuh orang sebagai tersangka, Senin (24/2/2025).
Lalu, apa peran Riza Chalid dalam kasus korupsi Pertamina?
Peran Riza Chalid dalam kasus korupsi Pertamina
Baca Juga:
Ingrid Siburian: Sosok Pemimpin di Balik Kesuksesan Shell Indonesia
Riza Chalid ternyata memiliki rumah yang digunakan sebagai kantor oleh tiga tersangka dari pihak broker atau pengusaha yang terlibat kasus korupsi Pertamina.
Hal tersebut diungkap oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kartika Kejagung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Tiga broker yang dimaksud adalah Kerry, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW), dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ).
“Jadi, rumah Pak Riza Chalid kan sekarang jadi kantor di mana para tersangka dari tiga orang kemarin dari pengusaha itu berkantornya di sana sehingga kita geledah,” ujar Qohar melansir kompascom, Rabu (26/2/2025).
Dari hasil penggeledahan di rumah Riza Chalid, penyidik Kejagung menemukan 34 ordner atau map besar yang berisi berbagai dokumen soal korporasi atau perusahaan yang berkaitan dengan kasus korupsi Pertamina dan kegiatan shipping atau pengiriman.
Penyidik kemudian menyita 89 bundel dokumen, satu Central Processing Unit (CPU), dan uang tunai senilai Rp 833 juta serta 1.500 dollar AS atau sekitar Rp 24,5 juta. Selain rumah, penyidik juga menyita empat kardus berisi dokumen setelah menggeledah kantor Riza Chalid.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menyampaikan, barang tersebut masih didalami oleh penyidik. “Dalam konteks sekarang, penyidik menduga kuat bahwa aktivitas terkait dengan sangkaan dugaan tindak pidana korupsi itu, dokumen dan ternyata ada di sana (rumah Riza Chalid)," jelas Harli dikutip dari Antara, Rabu (26/2/2025).
"Itu yang mau dipelajari, dikembangkan, kenapa ada di rumah yang bersangkutan, apakah bagaimana perannya dan seterusnya tentu ya itu yang akan dicari benang merahnya oleh penyidik,” pungkasnya.
Pengoplosan Pertalite dan Pertamax dilakukan di tempat MKAR
Dalam kasus korupsi Pertamina, penyidik juga menemukan fakta lain bahwa dua tersangka dari petinggi PT Pertamina Patra Niaga mengoplos Pertalite jadi Pertamax. Dua petinggi tersebut adalah Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations. Qohar menjelaskan, pengoplosan Pertamax dilakukan di terminal PT Orbit Terminal Merak yang dimiliki oleh Kerry dan Gading.
“Tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 (Premium) dengan RON 90 (Pertalite) agar dapat menghasilkan RON 92 (Pertamax) di terminal PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR dan tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92,” ujar Qohar dikutip, Kamis (27/2).
Qohar menambahkan, anak Riza Chalid juga mendapat keuntungan setelah Maya dan Edward menyetujui mark up atau penggelembungan harga kontrak shipping atau pengiriman yang dilakukan oleh tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Perbuatan para tersangka membuat PT Pertamina Patra Niaga menggelontorkan biaya atau fee sebesar 13-15 persen secara melanggar hukum.
[Redaktur: JP Sianturi]