“Jadi, rumah Pak Riza Chalid kan sekarang jadi kantor di mana para tersangka dari tiga orang kemarin dari pengusaha itu berkantornya di sana sehingga kita geledah,” ujar Qohar melansir kompascom, Rabu (26/2/2025).
Dari hasil penggeledahan di rumah Riza Chalid, penyidik Kejagung menemukan 34 ordner atau map besar yang berisi berbagai dokumen soal korporasi atau perusahaan yang berkaitan dengan kasus korupsi Pertamina dan kegiatan shipping atau pengiriman.
Baca Juga:
SPBU Solo Bermasalah, Konsumen Dirugikan Akibat Pertamax Tercampur Air
Penyidik kemudian menyita 89 bundel dokumen, satu Central Processing Unit (CPU), dan uang tunai senilai Rp 833 juta serta 1.500 dollar AS atau sekitar Rp 24,5 juta. Selain rumah, penyidik juga menyita empat kardus berisi dokumen setelah menggeledah kantor Riza Chalid.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menyampaikan, barang tersebut masih didalami oleh penyidik. “Dalam konteks sekarang, penyidik menduga kuat bahwa aktivitas terkait dengan sangkaan dugaan tindak pidana korupsi itu, dokumen dan ternyata ada di sana (rumah Riza Chalid)," jelas Harli dikutip dari Antara, Rabu (26/2/2025).
"Itu yang mau dipelajari, dikembangkan, kenapa ada di rumah yang bersangkutan, apakah bagaimana perannya dan seterusnya tentu ya itu yang akan dicari benang merahnya oleh penyidik,” pungkasnya.
Baca Juga:
Ingrid Siburian: Sosok Pemimpin di Balik Kesuksesan Shell Indonesia
Pengoplosan Pertalite dan Pertamax dilakukan di tempat MKAR
Dalam kasus korupsi Pertamina, penyidik juga menemukan fakta lain bahwa dua tersangka dari petinggi PT Pertamina Patra Niaga mengoplos Pertalite jadi Pertamax. Dua petinggi tersebut adalah Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations. Qohar menjelaskan, pengoplosan Pertamax dilakukan di terminal PT Orbit Terminal Merak yang dimiliki oleh Kerry dan Gading.
“Tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 (Premium) dengan RON 90 (Pertalite) agar dapat menghasilkan RON 92 (Pertamax) di terminal PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR dan tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92,” ujar Qohar dikutip, Kamis (27/2).