WAHANANEWS.CO, Jakarta - Banyak pihak menduga Koalisi Indonesia Maju (KIM), pengusung Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024, berpotensi bubar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen.
Putusan ini membuka peluang bagi partai politik untuk membentuk poros baru.
Baca Juga:
PAN Siap Gelar Karpet Biru untuk Jokowi dan Keluarga: 1.000 Persen Kami Welcome!
Namun, Peneliti Senior Pusat Riset Politik BRIN, Firman Noor, menyatakan langkah partai untuk mencalonkan presiden tidak semudah itu.
"Kesempatan untuk mengusung calon belum tentu diambil oleh parpol. Ada banyak pertimbangan yang harus diperhitungkan," kata Firman di Jakarta, Minggu (5/1/2025).
Firman menjelaskan beberapa faktor yang membuat partai enggan keluar dari koalisi, seperti keterbatasan finansial dan sulitnya menemukan pasangan calon yang kuat.
Baca Juga:
Ketua KPPS Diduga Coblos Surat Suara, PAN Optimistis Pilkada Jakarta Berlangsung Dua Putaran
"Partai pasti akan berhitung. Mereka tidak ingin membuang dana dan energi untuk kontestasi jika peluang menangnya kecil," tuturnya.
Contohnya adalah Partai Amanat Nasional (PAN), yang menyatakan tetap setia pada KIM dan mendukung Prabowo Subianto.
"Kami tetap setia kepada Pak Prabowo. Ini sudah tiga kali kami mendukung beliau," ungkap Wakil Ketua Umum PAN, Yandri Susanto, belum lama ini.
Menurut Yandri, Prabowo masih menjadi figur terbaik yang harus diperjuangkan untuk Pemilu mendatang. Namun, ia juga mengingatkan bahwa politik bersifat dinamis dan semua kemungkinan masih bisa terjadi.
"PAN sudah terbukti setia pada Pak Prabowo, tetapi Pemilu masih lama," tambahnya.
Sebelumnya, MK memutuskan menghapus ambang batas pencalonan presiden melalui gugatan nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Ketua MK, Suhartoyo, Kamis (2/1/2025).
Suhartoyo menyatakan bahwa Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.
Pasal tersebut mewajibkan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai atau gabungan partai politik dengan minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa pengusulan pasangan calon presiden tidak lagi didasarkan pada persentase kursi di DPR atau suara nasional, sehingga membuka peluang lebih luas bagi partai politik untuk mencalonkan kandidat secara mandiri.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]