WahanaNews.co | Persoalan wilayah ruang udara atau Flight Information Region (FIR) yang dikuasai Singapura menyisakan banyak cerita.
Salah satunya adalah soal tensi panas yang kerap terjadi antara TNI AU dengan otoritas Singapura.
Baca Juga:
Menuju Solo, Presiden RI ke-7 Jokowi Dikawal Delapan Pesawat Tempur TNI AU
Seperti diketahui, FIR di wilayah udara yang berada di Kepulauan Riau, Tanjungpinang, dan Natuna berada di penguasaan Singapura sejak Indonesia merdeka karena mandat ICAO.
Hal tersebut terjadi karena saat itu Indonesia dianggap belum siap mengurus pengelolaan pelayanan ruang udara.
Setelah puluhan tahun persoalan ini tak terselesaikan, pemerintah Indonesia kini sudah menandatangani perjanjian dengan Singapura menyangkut FIR.
Baca Juga:
Lanud Sjamsudin Noor Banjarmasin Bagikan 25 Kaki Palsu Sambut Hari Bakti TNI AU
Rencananya, perjanjian FIR antara Indonesia dan Singapura akan diratifikasi lewat Peraturan Presiden (Perpres).
Pemerintah mengklaim Indonesia telah mengambil alih FIR di ruang udara yang berada di sekitar Perairan Selat Malaka itu.
Hanya saja, perjanjian tersebut masih memuat kesepakatan delegasi kepada Singapura untuk mengurus pelayanan jasa penerbangan di ruang udara tertentu di wilayah itu.
Sehingga Indonesia belum betul-betul menguasai wilayah udara di sekitar Kepri sepenuhnya.
Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal (Purn) Chappy Hakim, mengatakan, persoalan FIR ini menjadi masalah yang lebih urgen dibandingkan pengadaan jet tempur Rafale asal Prancis yang baru-baru ini dilakukan oleh Kementerian Pertahanan.
"Wilayah udara tersebut sangat beririsan dengan kawasan rawan konflik di Laut China Selatan sekarang ini," ujar Chappy dalam diskusi virtual bertajuk Menyongsong Pesawat Rafale yang diinisiasi Pusat Studi Air Power Indonesia, Kamis (17/2/2022).
Konflik di Laut China Selatan ini membuat Indonesia harus lebih menggencarkan pengamanan pertahanan untuk mempertahankan kedaulatan negara.
Namun karena persoalan FIR ini, sering kali penerbang TNI AU harus kesulitan melakukan patroli.
Sebab TNI harus menunggu izin dari Singapura jika hendak terbang.
Hal tersebut disampaikan Chappy dalam kolomnya berjudul Untuk Mereka yang Menganggap FIR Tak Ada Hubungan dengan Kedaulatan, yang dimuat Kompas.com pada 30 Januari 2022.
"Pesawat terbang Angkatan Udara yang akan menjalankan misi Air Patrol (Patroli Udara) di perairan Natuna dan Riau harus menunggu dengan sabar sampai diizinkan oleh Singapura baru diperkenankan untuk terbang," tulis Chappy Hakim, seperti dikutip Jumat (18/2/2022).
"Jangankan terbang, untuk menghidupkan mesin saja kita harus minta izin 'starting engine clearance' dari Singapura. Melakukan patroli perbatasan negara yang rawan, harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Singapura," lanjutnya.
Hal ini tentunya menjadi permasalahan pertahanan.
Sebab militer Indonesia seolah harus permisi dulu kepada Singapura untuk bisa mengatur penjagaan wilayahnya sendiri.
"Belum lagi pihak Singapura menetapkan kawasan 'Danger Area' di kawasan FIR Singapura pada wilayah teritori Indonesia yang berakibat semua pesawat terbang Indonesia sipil dan militer dilarang terbang di situ," ucap Chappy.
"Apa pula namanya ini, pesawat terbang kita dilarang masuk sebuah kawasan di pekarangannya sendiri oleh negara tetangga," lanjut mantan instruktur pesawat Hercules TNI AU tersebut.
Oleh karena itu, Chappy menilai persoalan FIR yang sebagian aspeknya masih berada dalam pengelolaan Singapura, sangat erat kaitannya dengan isu kedaulatan.
Belum lagi, FIR yang masih dipegang Singapura kerap kali menyebabkan pelanggaran wilayah udara.
"Pelanggaran wilayah udara yang demikian banyak terekam di radar Kohanudnas sebagai akibat diizinkan oleh otoritas penerbangan Singapura untuk masuk wilayah teritori Indonesia tanpa izin," jelas Chappy.
Untuk itu, komitmen pemerintah terkait pengambilalihan FIR secara keseluruhan diharapkan betul-betul dapat direalisasikan.
"Kita di halaman rumah sendiri, untuk bergerak saja harus minta izin terlebih dahulu kepada tetangga rumah yang jauh lebih kecil. Bagaimana menjelaskannya hal seperti ini dalam hubungan kedaulatan dan martabat sebagai bangsa," terang dia.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal Fadjar Prasetyo, mengungkap, perjanjian terkait FIR yang baru diteken antara Indonesia dan Singapura akan membuat pesawat tempur milik Indonesia tak perlu lagi meminta izin kepada Singapura apabila melintas atau mendarat di wilayah Kepri dan sekitarnya.
"Tidak (tak perlu izin ke Singapura) sekarang dikontrol Jakarta," ungkap Fadjar, usai meresmikan satuan baru Komando Operasi Udara Nasional (Koopsudnas) di Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (28/1/2022). [gun]