WahanaNews.co | Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM), Beka Ulung Hapsara, menyatakan setidaknya ada tiga pelanggaran HAM dalam kasus pelecehan dan perundungan terhadap pegawai KPI berinisial MS.
Pelanggaran HAM pertama adalah pelanggaran hak atas rasa aman, bebas dari ancaman, kekerasan, dan perlakuan tidak layak.
Baca Juga:
Siswa SMUN 1 Gunungsitoli Dibully-Dianiaya Teman, Orang Tua Korban Lapor ke Polisi
"Hak atas rasa aman, bebas dari ancaman, kekerasan dan perlakuan tidak layak. Adanya peristiwa pelecehan seksual yang terjadi kepada MS terutama adanya aksi penelanjangan dan pencoretan buah zakar adalah bentuk tindakan yang merendahkan harkat martabat manusia," jelas Beka di Komnas HAM, Jakarta, Senin (29/11/2021).
Beka mengatakan peristiwa kekerasan dan pelecehan seksual itu berakibat pada psikis korban. MS, kata dia, mengalami trauma, stres, dan merasa rendah diri.
"Akibat dari peristiwa tersebut, MS mengalami trauma, stres, merasa rendah diri dan hal ini berdampak pada kesehatan fisik korban serta hubungan rumah tangga korban. Selain itu, MS turut mengalami berbagai perundungan dari rekannya, baik secara fisik dan verbal," kata Beka.
Baca Juga:
Pelaku Perundungan Bocah Tasik Dikembalikan ke Orang Tua
Perundungan dan pelecehan seksual yang dialami MS itu menunjukkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Hal itu sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 28G ayat (1), Pasal 7 Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik, dan Pasal 33 UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM.
"Sehubungan dengan hal tersebut, maka peristiwa yang dialami MS menunjukkan adanya pelanggaran hak asasi manusia terutama terbebas ancaman, kekerasan dan perlakuan yang tidak layak," imbuh Beka.
"Hal sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 28G ayat (1), Pasal 7 Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik, dan Pasal 33 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM," tambahnya.
Pelanggaran HAM berikutnya yang dialami oleh MS adalah pelanggaran hak untuk bekerja dan memiliki tempat kerja yang adil dan aman.
Beka mengatakan peristiwa perundungan dan pelecehan yang dialami MS menunjukkan lingkungan kerja di KPI tidak aman, intimidatif, dan tidak penuh penghormatan.
"Hak untuk bekerja dan memiliki tempat kerja yang adil dan aman. Bahwa peristiwa pelecehan seksual dan perundungan terhadap MS menunjukkan bahwa lingkungan kerja di KPI tidak aman, intimidatif, dan tidak penuh penghormatan," tutur Beka.
Akibat dari lingkungan kerja di KPI yang tidak aman, MS pun sering kali ke luar ruangan untuk menghindari pelaku dan potensi perundungan lainnya.
Beka juga mengatakan MS keluar dari grup WhatsApp internal unit visual data karena mendapatkan perundungan secara verbal.
"Hal ini kemudian membuat MS seringkali ke luar ruangan untuk menghilangkan rasa ketidaknyamanannya, menghindari pelaku dan potensi perundungan lainnya. Bahkan MS juga keluar dari group percakapan WhatsApp internal unit visual data karena turut mendapatkan perundungan secara verbal," jelas Beka.
"Situasi dan kondisi yang dialami oleh MS menunjukkan bahwa terjadinya pelanggaran hak asasi manusia untuk bekerja dan memiliki tempat kerja yang adil dan aman. Hal ini sebagaimana dijamin pada Pasal 28G ayat (1) UUD 1945," tutur Beka.
Selanjutnya, Beka menjelaskan pelanggaran HAM yang dialami oleh MS adalah pelanggaran hak atas kesehatan fisik dan mental.
Hal itu dapat dilihat dari perundungan dan pelecehan seksual yang telah membuat MS menjadi stres serta trauma berat.
"Hak atas kesehatan fisik dan mental. Perundungan dan pelecehan seksual telah mengubah pola mental, menimbulkan perasaan stres dan hina, serta trauma berat kepada korban MS. Korban sering kali teringat peristiwa pelecehan dan menyebabkan emosinya tidak stabil," ungkap Beka. [rin]