WAHANANEWS.CO, Jakarta - Desakan agar Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) segera disahkan kembali mengemuka di tengah masa reses DPR RI.
Kongres Advokat Indonesia (KAI) menyuarakan sikap tegas soal pentingnya percepatan pengesahan RUU tersebut, seiring dengan akan diberlakukannya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terbaru pada awal tahun 2026.
Baca Juga:
Hinca Pandjaitan: Menuju KUHAP Baru dengan Tali-tali dari Sibagotnipohan
Ketua Umum KAI, Siti Jamailah Lubis, mengungkapkan bahwa keberadaan KUHAP tidak bisa dipisahkan dari KUHP dalam rangka membangun sistem peradilan pidana yang adil dan menyeluruh di Indonesia.
Hal itu disampaikan dalam pernyataan resmi yang ditandatangani di Jakarta pada Senin (21/07/2025).
“KUHP yang merupakan dasar penegakan hukum pidana tidak dapat dilepaskan dari KUHAP yang berfungsi sebagai pedoman dalam proses peradilan pidana. Sehingga keduanya saling melengkapi dalam sistem peradilan pidana di Indonesia,” ujar Siti Jamailah Lubis, yang akrab disapa Kak Mia.
Baca Juga:
RUU KUHAP: Polisi Bisa Proses Laporan Lewat Media Elektronik
Dia merujuk pada Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, yang menyebut bahwa aturan tersebut akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026, tiga tahun sejak diundangkan.
Namun, hingga kini KUHAP baru masih belum disahkan, sementara pemerintah dan DPR RI terus menggodoknya melalui berbagai pertemuan dan diskusi dengan pemangku kepentingan, termasuk organisasi advokat.
Menurut Mia, DPR sebagai lembaga yang berwenang mengesahkan RUU KUHAP masih belum mengambil langkah konkret, dan justru masih dalam tahap menjaring masukan dari masyarakat selama masa reses.
Menyikapi situasi tersebut, KAI menyampaikan pernyataan sikap yang ditegaskan pula oleh Wakil Ketua Umum KAI, Petrus Bala Pattyona.
“Pertama, bahwa KAI memandang perlu segera disahkannya RUU KUHAP sebagai perwujudan dari kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum. Kedua, bahwa KAI meyakini dengan diberlakukannya RUU KUHAP akan memberikan jaminan bagi masyarakat terhadap penegakan Hak Asasi Manusia,” ujar Petrus.
Dia menambahkan, perbedaan pendapat atau kontradiksi dalam substansi RUU KUHAP adalah hal yang wajar dan tidak seharusnya menjadi hambatan dalam implementasi asas legalitas.
Untuk itu, KAI mengajak seluruh pihak agar mengedepankan kepentingan bangsa di atas kepentingan sektoral atau kelembagaan.
“Ketiga, bahwa kontradiksi dalam substansi RUU KUHAP adalah hal yang lumrah, namun, itu diharapkan tidak menjadi hambatan bagi implementasi asas legalitas dan untuk itu KAI mengajak semua pihak untuk mengedepankan kepentingan bangsa di atas institusi masing-masing,” tambah Petrus.
Selanjutnya, KAI menilai bahwa dengan disahkannya RUU KUHAP dalam waktu dekat, pemerintah akan memiliki cukup waktu untuk melakukan sosialisasi menyeluruh kepada semua instansi yang terkait.
Hal ini penting agar saat KUHP baru mulai diberlakukan pada awal Januari 2026, seluruh pihak telah memahami ketentuan-ketentuan prosedural yang baru.
KAI juga menyatakan kesiapannya untuk mendukung secara aktif proses sosialisasi RUU KUHAP, sekaligus mengawal pelaksanaan hukum acara pidana secara adil dan sesuai prinsip hak asasi manusia di Indonesia.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]