WAHANANEWS.CO, Jakarta - Analis intelijen, pertahanan, dan keamanan Ngasiman Djoyonegoro menilai bahwa asas dominus litis dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) berpotensi mengganggu keseimbangan implementasi fungsi kepolisian.
Menurut Ngasiman, sistem penegakan hukum di Indonesia saat ini menganut asas diferensiasi fungsional, di mana setiap aktor penegak hukum—kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan—memiliki kemandirian serta kedudukan yang setara.
Baca Juga:
Bawa Senpi hingga Sabu, Pengacara Muda di Jakpus Jadi Tersangka
"Setiap lembaga menjalankan perannya masing-masing tanpa ada yang lebih tinggi dari yang lain," ujar Ngasiman dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan bahwa asas dominus litis dalam RUU KUHAP memberikan kewenangan penuh kepada kejaksaan untuk menentukan apakah suatu perkara layak dilanjutkan ke pengadilan atau tidak.
Menurutnya, kewenangan ini dapat merusak sistem penegakan hukum yang telah berlangsung selama lebih dari empat dekade.
Baca Juga:
Kedapatan Bawa Senpi dan Narkoba, Seorang Pengacara Diciduk Polisi
"Kita sudah menerapkan asas diferensiasi fungsional sejak KUHAP disahkan pada 1981, artinya sistem ini telah berjalan selama 44 tahun dan sudah mengakar dalam sistem hukum kita," jelasnya.
Meskipun ia mengakui bahwa implementasi sistem saat ini masih menghadapi tantangan di lapangan, Ngasiman menegaskan bahwa mengubah sistem secara mendasar bukanlah solusi yang tepat.
Dalam konteks hubungan antarlembaga penegak hukum, akuntabilitas justru menjadi aspek yang lebih penting untuk diperbaiki.