Mejelis Hakim Muhammad Basir menilai kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar tindak pidana pers sebagaimana Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Tak hanya itu, terdakwa Purwanto dan Firman juga divonis membayar restitusi pada korban Nurhadi dan saksi kunci F. Namun demikian, kedua polisi tersebut masih aktif bertugas sebagai aparat, meski telah divonis bersalah dalam kasus penganiayaan Nurhadi.
Baca Juga:
Hari Jadi ke-73: Humas Polri Gelar Donor Darah Bareng Wartawan
Kasus kekerasan jurnalis selanjutnya, terjadi pada bulan Mei. Sebuah proyek jurnalisme investigasi bersama, IndonesiaLeaks, melaporkan percobaan peretasan situs web dan akun media sosial pribadi mereka yang terkait dengan proyek tersebut.
Wartawan yang terkait dengan proyek tersebut juga melaporkan bahwa polisi mengikuti mereka dan mengambil foto saat mereka mewawancarai sumber di kafe.
Dugaan intimidasi terjadi setelah IndonesiaLeaks mengumumkan penyelidikannya terhadap ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan alasan di balik dugaannya menggunakan tes pegawai negeri untuk melemahkan komisi.
Baca Juga:
Berhadiah Total Rp480 Juta, Waktu Pendaftaran PLN Journalist Award 2024 Masih Dua Pekan Lagi
Akibat ancaman dan intimidasi, IndonesiaLeaks menghentikan penggunaan akun Twitter-nya pada Juni lalu.
Selain itu, AS juga menyoroti kebebasan berekspresi lewat media di Indonesia, salah satunya lewat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
"Melarang program televisi memiliki konten lesbian, gay, biseksual, transgender, atau queer. Pada bulan Juni komisi mengeluarkan daftar 42 lagu berbahasa Inggris yang dilarang dimainkan sebelum jam 10 malam. Karena konten mereka. Termasuk dalam daftar adalah lagu-lagu Bruno Mars, Ariana Grande, Maroon 5, dan Busta Rhymes," demikian dikutip dari laporan tersebut.