WahanaNews.co | Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyebut laporan dugaan pelanggaran administrasi yang dilayangkan Partai Negeri Daulat Indonesia (Pandai) ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, tidak jelas tau kabur.
"Laporan pelapor kabur, tidak jelas. Peristiwa laporan adalah waktu dikeluarkannya tanda pengembalian pendaftaran parpol calon peserta pemilu (yaitu) Pandai, pada 15 Agustus 2022," ujar Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI Afifuddin dalam sidang pemeriksaan perdana di Bawaslu RI, Senin (5/9/2022).
Baca Juga:
Usai Viral Serahkan Uang Rp 15 Juta untuk PCNU Sikka, Paket JOSS Dilaporkan ke Bawaslu
"Di sisi lain, pelapor tidak menguraikan jelas kapan terjadinya peristiwa dugaan pelanggaran administrasi yang mempermasalahkan Sipol sering mengalami gangguan, hambatan, down server secara tiba-tiba," lanjutnya.
Afifuddin juga membantah dalil laporan dari partai besutan Farhat Abbas itu yang menyatakan bahwa KPU RI menjadikan Sipol sebagai syarat penentu lolos atau tidaknya partai politik pendaftar Pemilu 2024.
KPU RI juga membantah dalil yang menyebutkan bahwa mereka tidak melakukan sosialisasi kepada partai politik atas penggunaan Sipol untuk masa pendaftaran Pemilu 2024.
Baca Juga:
Rapat Koordinasi Pelaksanaan Pemungutan dan Perhitungan Suara Susulan Pilkada Tahun 2024
"Terlapor telah melakukan sosialisasi simulasi launching dan bimtek Sipol," kata Afifuddin.
Afifuddin pun menegaskan bahwa KPU RI telah memeriksa dokumen Pandai secara lengkap sebelum menyatakan berkas partai itu tidak lengkap sehingga dikembalikan dan tak lolos pendaftaran.
Hal ini berkebalikan dengan dalil Farhat Abbas cs.
"Uraian laporan bahwa terlapor (KPU) melanggar dugaan administrasi pada pasal 19 Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2022 tidak jelas karena pelapor (Pandai) hanya mengutip norma pasal yang ada serta tidak menerangkan kapan dan bagaimana peristiwa itu terjadi," ungkap Afifuddin.
"Permasalahan yang diajukan pelapor tidak mendasar dan mengada-ada sehingga cukup alasan bagi majelis mengesampingkan dalil pelapor," ujarnya.
Laporan Pandai
Dalam laporan bernomor 011/LP/PL/ADM/RI/00/VIII/2022 yang dibacakan dalam persidangan, Ketua Umum Pandai, Farhat Abbas, menyebutkan berbagai alasan pihaknya menduga KPU melakukan pelanggaran administrasi.
Pertama dan utama, adalah soal Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Pandai merasa, KPU menjadikan Sipol sebagai alat wajib partai politik pendaftar Pemilu 2024, walaupun ketentuan "wajib" ini telah dihapuskan KPU dalam Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2022.
"Sipol dalam prosesnya sering mengalami gangguan, hambatan, down server untuk akses, seringkali data yang diupload melalui Sipol tiba-tiba hilang dan harus meng-upload data kembali," ujar kuasa hukum Pandai dalam sidang.
Gangguan tersebut, mereka mengaku, terjadi ketika Pandai hendak mengunggah data kepengurusan Pandai di Papua, Papua Barat, Lampung, Jawa Timur, Ternate, Maluku, Jawa Barat, dan NTT.
Mereka merasa, KPU RI tidak memberi pelatihan yang memadai soal Sipol, termasuk antisipasi yang perlu dilakukan partai politik bila Sipol terkendala, meski sebetulnya KPU RI telah melakukan sosialisasi itu 2 bulan sebelum pendaftaran dibuka.
"Seharusnya Sipol diuji publik terlebih dulu selama 1 tahun dengan melibatkan Pandai dan partai lainnya," tulis laporan itu.
Pandai juga memprotes petugas KPU yang disebut tidak mengecek berkas pendaftaran mereka yang diserahkan secara fisik dan melalui ponsel serta flash disk.
"Terlapor tidak memeriksa berkas pendaftaran soft file, manual secara lengkap, detail, dan cermat di pendaftaran (hari) terakhir," ujar laporan Pandai.
Pandai menyampaikan, berdasarkan alasan-alasan tadi, Bawaslu diminta menyatakan bahwa KPU telah melanggar administrasi pemilu dan memerintahkan KPU menerima berkas pendaftaran mereka dalam kurun 3 hari sejak putusan diucapkan.
Mereka juga meminta Bawaslu memerintahkan KPU supaya memperbaiki tata cara pendaftaran partai politik calon peserta pemilu dan memperbaiki Sipol. [rin]