WahanaNews.co, Jakarta - Pakar hukum tata negara Abdul Chair Ramadhan dihadirkan Tim Pembela Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai saksi dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (4/4/2024).
Abdul menyampaikan pendapatnya bahwa MK tidak memiliki kewenangan untuk mengadili kasus dugaan pelanggaran administratif pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Baca Juga:
Paslon 01 Layangkan Gugatan Pilkada ke MK, KPU Kota Bekasi Persiapkan Dokumen Bukti
Menurutnya, perkara TSM seharusnya menjadi yurisdiksi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sesuai dengan Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2022.
Dalam argumentasi gugatan mereka, kubu Ganjar Pranowo-Mahfud Md menyoroti pelanggaran TSM yang disebabkan oleh nepotisme yang kemudian menghasilkan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan yang terkoordinasi.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Baca Juga:
Sidang Perdana Sengketa Pilkada 2024 Dimulai Januari 2025
Saat memberikan keterangan dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, Abdul mengatakan MK hanya berwenang mengadili keberatan terhadap hasil penghitungan suara seperti diatur dalam Undang-Undang Pemilu.
“Tegasnya, selain penghitungan suara adalah bukan menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi,” kata Abdul, melansir Tempo.
Dia mengutip Pasal 475 ayat (2) Undang-Undang Pemilu yang menyebutkan, “Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden”.
Abdul menuturkan frasa “hanya terhadap hasil penghitungan suara” bermakna pembatasan kewenangan MK dalam mengadili sengketa pilpres. Di sisi lain, kata dia, terdapat dalil bahwa ketentuan hukum harus dilaksanakan berdasarkan susunan kalimatnya.
“Di sini tidak ada peluang untuk memperluas atau menafsirkan lain kewenangan MK tersebut. Dengan kata lain, tidak boleh ada rechtsvinding (penemuan hukum oleh hakim),” ujarnya.
Atas dasar itu, Abdul mengatakan desakan kepada MK untuk melakukan upaya atau tindakan progresif guna mengadili perkara pelanggaran administratif pemilu yang bersifat TSM dan memutus pembatalan terhadap Prabowo-Gibran serta melakukan pemungutan suara ulang tidak dibenarkan secara hukum.
“Majelis hakim MK, ahli meminjam teori Von Buri, conditio sine qua non, bahwa tidak ada pelaporan administratif pemilu secara TSM kepada Bawaslu, maka akan berdampak terhadap pelaporan itu sendiri. Dugaan pelanggaran tersebut dianggap tidak pernah ada dan hal ini tentu menjadikan MK tidak berwenang mengadili perkara a quo,” tutur Abdul.
Pandangan KPU
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkapkan bahwa gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 yang diajukan oleh pihak Ganjar Pranowo-Mahfud Md terkait dugaan pelanggaran administratif pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dianggap sebagai kesalahan alamat.
"Hifdzil Alim, kuasa hukum KPU, menyatakan bahwa penggugat yang memilih untuk mengajukan permohonan dugaan pelanggaran administratif pemilu TSM ke Mahkamah Konstitusi (MK) daripada ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) padahal masih ada waktu 14 hari, adalah kesalahan alamat yang patut ditolak atau setidaknya dinyatakan tidak dapat diterima," demikian ungkapannya dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis (4/4/2024).
Hifdzil menegaskan bahwa dugaan pelanggaran administratif pemilu TSM merupakan kewenangan Bawaslu, sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu.
Selain itu, hal yang sama juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Bahwa dalam Undang-Undang Pemilu, lembaga yang diperintahkan untuk memeriksa dugaan dua jenis pelanggaran administratif yang TSM adalah Bawaslu. Bahwa dengan demikian, jika terdakwa dugaan pelanggaran administratif yang TSM dalam pemilu, maka Bawaslu lah yang diberikan kewenangan untuk memeriksa,” ucap Hifdzil.
Permohonan Kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud
Dalam sengketa Pilpres 2024, tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pada intinya meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.
Pihak Anies-Muhaimin juga mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendiskualifikasi pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sebagai peserta Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Mereka juga meminta MK untuk memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan pemungutan suara ulang dalam Pilpres 2024 tanpa mengikutsertakan Prabowo-Gibran.
Sementara itu, pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud Md, juga mengajukan permohonan kepada MK untuk membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.
Mereka juga meminta MK untuk mendiskualifikasi Prabowo-Subianto sebagai pasangan calon peserta Pilpres 2024.
Selain itu, mereka juga memohon kepada MK untuk memerintahkan KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang dalam Pilpres 2024 hanya antara Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]