Pasal 22E UUD 1945 memuat enam ayat yang mengatur tentang Pemilu. Berikut ini bunyi lengkapnya:
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah, presiden dan wakil presiden dan dewan perwakilan rakyat daerah.
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat dan anggota dewan perwakilan rakyat daerah adalah partai politik.
(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota dewan perwakilan daerah adalah perseorangan.
(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
Baca Juga:
Luhut Bongkar Strategi Penting Pemerintah Hadapi Pandemi di Hadapan Kabinet Merah Putih
Sebelumnya, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra juga sudah memberikan penjelasan lengkap soal kemungkinan pasal yang diamendemen jika wacana penundaan pemilu diakomodir dalam konstitusi.
Menurut Yusril, bukan hanya mengubah pasal-pasal UUD 1945 yang ada sekarang secara harfiah, tetapi juga harus menambahkan pasal baru dalam UUD 1945 terkait dengan pemilihan umum khususnya Pasal 22E UUD 1945.
"Setidaknya, terdapat dua ketentuan yang ditambahkan dalam Pasal 22E UUD 1945," kata Yusril dalam keterangannya, Minggu (27/2/2022).
Baca Juga:
Penasaran? Simak, Ini Tugas Dewan Ekonomi Nasional yang Dipimpin Luhut
Pertama, Pasal 22E ayat (7) UUD 1945 yang berisi norma, "Dalam hal pelaksanaan pemilihan umum sekali dalam lima tahun sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22E ayat (1) tidak dapat dilaksanakan karena terjadinya perang, pemberontakan, gangguan keamanan yang berdampak luas, bencana alam dan wabah penyakit yang sulit diatasi, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang untuk menunda pelaksanaan Pemilu sampai batas waktu tertentu."
Kedua, Pasal 22E ayat (8) UUD 1945 yang menyebutkan, "Semua jabatan-jabatan kenegaraan yang pengisiannya dilakukan melalui pemilihan umum sebagaimana diatur dalam undang-undang dasar ini, untuk sementara waktu tetap menduduki jabatannya sebagai pejabat sementara sampai dengan dilaksanakannya pemilihan umum."
“Dengan penambahan dua ayat dalam Pasal 22E UUD 1945 itu, maka tidak ada istilah perpanjangan masa jabatan presiden, MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Para anggota dari lembaga negara seperti MPR, DPR, DPD tersebut berubah status menjadi anggota sementara, sebelum diganti dengan anggota-anggota hasil pemilu. Status mereka sama dengan anggota KNIP di masa awal kemerdekaan, anggota DPRS di masa Demokrasi Liberal dan anggota MPRS di masa Orde Lama dan awal Orde Baru. Kedudukan Presiden Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin juga menjadi Pejabat Presiden dan Pejabat Wakil Presiden, sebagaimana Pejabat Presiden Suharto di awal Orde Baru,” jelas Yusril.