WahanaNews.co | Polisi dinilai tak memiliki empati dengan menetapkan tersangka Hasya Athallah Saputra yang tewas ditabrak dalam kecelakaan di kawasan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada 6 Oktober 2022.
"Pernyataan polisi yang menyebut korban meninggal sebagai tersangka itu tak berempati," kata pengamat kepolisian Bambang Rukminto, mengutip Beritasatu.com, Minggu (29/1/2023).
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) ini menyatakan, pola-pola penetapan korban kecelakaan sebagai tersangka sudah jadi modus untuk membebaskan penabrak. Hal itu, katanya, sudah jamak dilakukan oleh unit kecelakaan lalu lintas atau penegakan hukum lalu lintas.
"Kalau tersangka penabrak bukan anggota polisi, motifnya cuan, dengan modus jual beli pasal untuk meringankan dakwaan, membebaskan, atau menghentikan perkara," ungkapnya.
Selain untuk keuntungan pribadi, kata Bambang, modus menersangkakan korban kecelakaan merupakan jalan pintas yang ditempus polisi karengan keengganan mengusut suatu perkara hingga tuntas. Padahal, peran polisi harusnya sampai pada penyidikan. "Dalam hal ahli waris korban tidak terima, biar pengadilan yang memutuskan," katanya.
Baca Juga:
Pacu Kreativitas Mahasiswa Indonesia, PLN Gelar Kompetisi Membangun Gokart Listrik
Apalagi, penersangkaan terhadap korban kecelakaan membuat ahli waris tidak mendapat santunan dari asuransi kecelakaan. Dengan demikian, penetapan korban sebagai tersangka tidak hanya merugikan keluarga secara immateriil karena menyangkut nama baik korban, tetapi juga materiil karena kehilangan kesempatan mendapat santunan.
"Dampak dari pernyataan polisi yang menersangkakan korban, ahli waris bisa tidak mendapat santunan dari asuransi kecelakaan," tegasnya.
Untuk itu, Bambang mendorong agar kasus mahasiswa UI tewas ditabrak malah jadi tersangka ini perlu diusut tuntas. Bambang meminta polisi yang menangani kasus tersebut diperiksa oleh Pengawasan Penyidikan Polda Metro Jaya.