WAHANANEWS.CO, Jakarta - Setelah lebih dari dua dekade mendekam di penjara militer Guantanamo, nama Hambali kembali mencuat. Namun alih-alih disambut pulang ke Tanah Air, pemerintah Indonesia justru menyatakan tegas tidak akan membuka pintu bagi mantan tokoh teroris itu.
Keputusan ini menegaskan sikap tanpa kompromi terhadap jejak masa lalu terorisme yang masih menyisakan luka mendalam.
Baca Juga:
Menteri Imipas Sebut Hingga Kini Tak Ada Pembahasan Pemulangan Reyhnard & Hambali
Pemerintah Indonesia menolak rencana pemulangan mantan tokoh teroris Hambali alias Encep Nurjaman Riduan Isamuddin ke tanah air usai bebas nanti dari penjara militer Amerika Serikat di Guantanamo, Kuba.
Hambali yang dikenal sebagai eks anggota kelompok Jemaah Islamiyah (JI) dinilai telah kehilangan status kewarganegaraan Indonesia karena tidak memiliki dokumen WNI saat ditangkap.
"Secara hukum, jika seseorang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan Indonesia, maka status WNI-nya dianggap gugur. Jika nantinya Hambali dibebaskan, kami tidak akan mengizinkan dia kembali masuk ke wilayah Indonesia," tegas Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, dalam keterangan pers, dikutip Sabtu (14/6/2025).
Baca Juga:
Menko Yusril Sebut Pemerintah RI Wacanakan Pemulangan Hambali dari Guantanamo
Yusril menambahkan, bila ada proses peradilan terhadap Hambali, hal itu sepenuhnya diserahkan kepada hukum Amerika Serikat.
Hambali dikenal sebagai sosok yang disebut-sebut sebagai “Osama bin Laden Asia Tenggara”.
Ia lahir pada 4 April 1964 dan diyakini sebagai penghubung antara Jemaah Islamiyah dan jaringan Al Qaeda di Asia Tenggara.
Namanya melejit pasca tragedi Bom Bali 2002 yang menewaskan 202 orang. Ia juga dikaitkan dengan sederet aksi teror besar lainnya seperti pengeboman rumah Duta Besar Filipina (2000), Atrium Senen (2001), Kedubes Australia (2004), Bom Bali II (2005), serta bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton (2009).
Bahkan, ia diduga bertanggung jawab atas serangan terkoordinasi terhadap sejumlah gereja di tujuh kota pada malam Natal tahun 2000.
Hambali ditangkap dalam operasi gabungan CIA dan otoritas Thailand di Ayutthaya, Thailand, pada 14 Agustus 2003. Setelah ditahan di penjara rahasia CIA, ia dipindahkan ke Guantanamo pada September 2006.
Sempat muncul wacana pemulangan Hambali ke Indonesia, mengingat prinsip bahwa pemerintah wajib membela hak-hak warga negaranya di luar negeri. Namun Yusril membantah bahwa pemerintah telah mengambil sikap resmi soal itu.
"Jadi jangan dianggap bahwa kita sudah mengambil keputusan untuk minta dia kembali, belum sampai ke tingkat itu,” ujar Yusril pada 21 Januari 2025 di Kantor Kemenko Kumham Imigrasi dan Pemasyarakatan, Jakarta.
Ia menjelaskan, pihak kepolisian, TNI, dan BNPT masih mendalami kasus Hambali secara menyeluruh sebelum menentukan langkah lebih lanjut.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]