WahanaNews.co | Tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan (IUP) di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani Maming, telah usai diperiksa KPK terkait kasus yang menjeratnya.
Menurut pengacara Maming, Abdul Qodir, sampai saat ini pihaknya belum memiliki niat untuk mengajukan Kembali praperadilan.
Baca Juga:
Soal Jam Tangan Rp 1,95 M, JPU KPK Agendakan Kesaksian Istri Mardani
"Sampai sejauh ini, kita belum berniat, berpikir untuk mengajukan praperadilan lagi. Sampai sejauh ini kita lanjutkan saja, kita ikuti pemeriksaan," kata Abdul kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (3/8/2022).
Abdul pun tidak menjelaskan secara terperinci mengenai pemeriksaan yang dijalani kliennya pada hari ini.
Ia hanya menyebut, Maming dimintai keterangan dalam rangka penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi tersebut.
Baca Juga:
Dugaan Kasus Gratifikasi Mardani Maming, KPK Geledah Kantor PT Enam Sembilan Group di Batulicin
"Ya biasa, ini kan dari waktu penyelidikan itu dikonversi ke penyidikan. Baru awal saja," ujarnya.
Untuk diketahui, KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap Maming, Rabu (3/8/2022).
Ini merupakan pemeriksaan perdana Maming usai KPK menahan dirinya terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan sejak tanggal 28 Juli 2022.
Usai diperiksa, Maming enggan memberi komentar kepada awak media yang melontarkan sejumlah pertanyaan kepada dirinya. Ia hanya mengatupkan kedua tangannya dan langsung masuk ke mobil.
Maming diduga telah menyalagunakan kewenangannya untuk memberi izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan saat menjabat sebagai bupati di wilayah tersebut periode tahun 2010-2015 dan 2016-2018.
Salah satu pihak yang dibantu Maming, yakni Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) pada 2010.
Maming juga diduga beberapa kali menerima uang dari Henry melalui perantaraan orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming.
Pemberian uang itu dibungkus dalam formalisme perjanjian kerja sama underlying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming.
Dalam kasus ini, Maming disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. [rin]