WahanaNews.co | Bripka Ricky Rizal ingin mengikuti jejak Bharada E jadi justice collaborator dengan minta perlindungan ke LPSK dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Tak hanya mengubah keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) kasus pembunuhan Brigadir J, Bripka Ricky Rizal juga berjanji akan mengungkap kejadian yang sebenarnya dalam kasus tersebut.
Baca Juga:
BPJS Kesehatan dan Kejari Barito Utara Kawal Kepatuhan Badan Usaha dalam JKN
Satu kesaksiannya yang cukup penting, Bripka Ricky Rizal mengaku tidak mencium indikasi atau mencurigai adanya dugaan pelecehan atau kekerasan seksual terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi oleh Brigadir J, saat di Magelang.
Bahkan menurut Bripka Ricky Rizal melalui kuasa hukumnya Erman Umar, di saat peristiwa yang dianggap pelecehan atau kekerasan seksual di Magelang pada 7 Juli 2022 lalu, Bripka Ricky Rizal justru melihat hanya Susi, asisten rumah tangga Putri Candrawathi yang menangis di lantai dua.
Sementara Putri Candrawathi tidak menangis dan justru menanyakan keberadaan Brigadir J atau Yosua, kepadanya.
Baca Juga:
Majikan Singapura Rela Habiskan Rp 842 Juta untuk Selamatkan Nyawa ART Indonesia
Karena hal itulah, Bripka Ricky Rizal merasa sangat janggal apabila Putri Candrawathi dilecehkan oleh Brigadir J, karena justru meminta Bripka Ricky Rizal memanggil Brigadir J untuk menemui Putri.
Terkait hal ini, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti tangisan Susi, ART Putri Candrawathi dalam peristiwa itu, seperti yang dikatakan Bripka Ricky Rizal.
Bisa jadi kata dia, tangisan Susi ini adalah kunci untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di Magelang pada tanggal 7 Juli 2022, sehari sebelum Brigadir J dibunuh dengan ditembak di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga.
"Tadi dikatakan bahwa RR melihat Susi dalam kondisi menangis. Menangis itu reaksi emosional loh. Saya bayangkan dia menangis sedemikian emosional karena menyaksikan sesuatu yang dramatis," kata Reza dalam Apa Kabar Indonesia Malam di akun YouTube TVOneNews, Senin (12/9/2022).
Menurutnya penting diketahui apa yang dilihat Susi dan dirasakannya hingga membuatnya menangis.
"Tapi sejauh ini sepertinya belum pernah kita perbincangkan, apakah Susi ini dihadirkan sebagai saksi atau tidak. Dan apa isi keterangan atau kesaksiannya," ujar Reza.
"Itu memang masih menjadi misteri sampai sekarang, kita tidak tahu apa yang dilihat, dialami, dirasakan oleh Susi pada saat itu," kata Putri Violla, pembaca acara kepada Reza.
Tak Ada Indikasi
Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR mengaku tidak mencium indikasi atau mencurigai adanya dugaan pelecehan atau kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi oleh Brigadir J, pada saat di Magelang.
Sebab peristiwa di Magelang yang diketahui dan dilihat langsung Bripka RR adalah adanya ketegangan antara Brigadir J dengan Kuat Maruf, sopir keluarga Sambo, serta melihat Susi, asisten rumah tangga Ferdy Sambo menangis di lantai dua rumah.
Sementara Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, menurut Bripka RR, berbaring di kamarnya.
Bahkan menurut Bripka RR, Putri Candrawathi mencari Brigadir J, kala itu, yang dinilainya tidak mencirikan telah dilecehkan oleh Brigadir J.
Hal itu dikatakan Bripka RR itu kepada kuasa hukumnya Erman Umar yang kembali dikatakannya dalam tayangan di TV One, Senin (12/9/2022).
Menurutnya yang memang menjadi misteri dalam peristiwa itu, adalah kenapa Susi menangis dan apa penyebabnya.
"Yang memang menjadi pertanyaan saat itu, apa penyebab Susi menangis. Bripka RR tidak tahu penyebabnya, padahal Ibu PC tidak menangis dan berbaring di kamarnya. Semuanya diam, soal Susi menangis ini, dan RR tidak tahu penyebab Susi menangis," katanya.
Erman mengatakan sebenarnya tugas Bripka RR sebagai ajudan khusus, utamanya menjaga dua anak FS di Magelang yang bersekolah di SMA Taruna Nusantara Magelang.
"Dimana mereka duduk di kelas I dan III. Namun saat pandemi dan sekolah online, Bripka RR juga tugas di Jakarta," kata Erman.
Karenanya kata dia saat sehari sebelum pulang ke Jakarta, yakni tanggal 7 Juli 2022, dimana ada kejadian di Magelang, Bripka RR sedang mengurus dua anak Sambo di Taruna Nusantara bersama Bharada Richard Eliezer atau Bharada E.
Saat di Taruna Nusantara, kata Erman, Bripka RR diminta pulang oleh Putri Candrawathi.
"Dia dipanggil sama ibu PC, di suruh pulang ke rumah, panggilan saat itu lewat telepon kepada Richard," kata Erman.
Pada saat kembali ke rumah kata Erman, menurut Bripka RR di lantai 1 rumah, kosong.
"Saat Bripka RR naik ke atas, dia lihat Kuat dalam keadaan panik dan tegang. Dia tanya, ada apa pak Kuat. Pak Kuat jawab, 'Enggak itu tadi si Yosua, naik turun naik turun, saya tanya, dia lari ke bawah. Dia gak mau dengar saya. Kenapa itu anak,'. Itu jawaban Kuat," katanya,
"Saat itu kata Ricky, kondisi Susi menangis," ujar Erman.
Bripka RR menceritakan bahwa Brigadir J naik ke lantai 2 dan mencoba melihat keadaan Putri Candrawathi yang diduga sakit.
"Tapi dihalangi oleh Kuat dengan pakai pisau. Akhirnya Josua turun lagi ke bawah," katanya.
Kemudian kata Erman, Kuat mempersilakan Brigadir RR melihat kondisi Putri Candrawathi yang berbaring di dalam kamar di lantai 2 tersebut.
"Dia buka pintu kamar ibu, dan tanya. 'Ada apa Bu?'. Ibu tidak menjawab, tetapi malah bertanya. 'Joshua dimana?'," kata Erman.
Menurutnya setelah itu Bripka RR hendak turun ke lantai 1 untuk menemui Brigadir J.
Namun kata Erman, karena ada ketegangan antara Brigadir J dengan Kuat Maruf, Bripka RR berinisiatif menyembunyikan senjata api milik Brigadir J.
"Kemudian dia berinisiatif, yang mungkin diketahui juga sama Richard. Bagaimanapun Josua ada senjatanya. Ada pisau dan senapan panjang. Bripka RR berinisiatif dipindahin senjatanya ke kamar anaknya Sambo. Di kunci di kamar itu senjatanya. Karena Bripka RR khawatir ada apa-apa. Sebab sebelumnya kan ada ketegangan antara Brigadir J dengan Kuat," ujar Erman.
Tujuan Bripka RR melakukan itu, kata Erman, agar tidak ada kejadian yang tidak diinginkan jika terjadi pertengkaran kembali antara Brigadir J dengan Kuat.
"Kemudian Bripka RR turun ke bawah. Dia cari Joshua. Karena perintah ibu PC kan, tanya Joshua dimana?," kata Erman.
Bripka RR lalu bertemu Brigadir J dan menanyakan ada masalah apa dengan Kuat Maruf.
"Bripka RR tanya ke Josua, ada apa dan kenapa bersitegang dengan Kuat. Josua menjawab agak marah, 'Iya bang, saya gak ngerti itu kenapa Om Kuat, marah-marah ke saya'. begitu jawaban Josua," kata Erman.
Kemudian kata Erman, Bripka RR memberitahu Brigadir J, bahwa dirinya dicari dan dipanggil oleh Putri Candrawathi.
"Karena tadi kan Ibu tanya Josua dimana, maka Bripka RR berinisiatif memanggil Brigadir J. 'Kamu tadi ditanyain, Ibu' begitu kata Bripka RR ke Josua," kata Erman.
Kemudian Bripka RR dan Brigadir ke lantai atas. "Josua masuk ke kamar dan duduk di bawah, sementara Ibu PC tetap berbaring di kasur. RR tidak ikut masuk ke kamar," katanya.
Bripka RR, kata Erman menunggu di pintu dan agak berjarak. "Sehingga Bripka RR tidak mendengar pembicaraan Brigadir J dengan Putri Candrawathi," katanya.
Tak lama kata dia kemudian Brigadir J keluar kamar, dan bersama Bripka RR kembali turun ke lantai 1.
"Pada saat mereka turun, Bripka RR ikuti Josua, karena khawatir supaya jangan ada pertengkaran lagi dengan Kuat Maruf. Bripka RR antar sampai ke bawah. Dia sempat tanya Josua juga, ada apa lagi. Yang kedua ini jawaban Josua melunak, 'Udah bang, gak ada apa-apa bang'. Ini berbeda dengan pertama sebelum Josua bertemu Ibu," katanya.
Dari keterangan Bripka RR, kata Erman, kliennya sama sekali tidak melihat adanya dugaan pelecehan atau kekerasan seksual kepada Putri Candrawathi yang diduga menjadi motif pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
"Jadi menurut RR, kejadian di Magelang tidak seperti yang dibayangkan. Dia tidak melihat dan tidak tahu adanya pelecehan ke Ibu," kata Erman.
Setelah itu kata dia, keesokan harinya mereka diajak Putri Candrawathi kembali ke Magelang.
Seperti diketahui dalam kasus pembunuhan Brigadir polisi sudah menetapkan lima tersangka. Yakni Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawati, dua ajudannya Bripka RR dan Bharada E serta Kuat Maruf, sopir sekaligus ART keluarga Ferdy Sambo.
Mereka dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, subsider Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa, junto Pasal 55 dan 56 KUHP tentang permufakatan jahat. Dengan ancaman hukuman, pidana mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. [qnt]