WAHANANEWS.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melarang calon legislatif (caleg) terpilih mengundurkan diri demi maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Putusan ini mendapat apresiasi dari Ahli Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Titi Anggraini, yang menilai kebijakan ini sebagai langkah melindungi hak politik rakyat.
Baca Juga:
UU TNI Baru Berumur Sehari, Mahasiswa UI Ajukan Uji Formil
"Putusan MK ini berupaya menjaga aspirasi politik pemilih agar tidak dipermainkan oleh caleg yang baru terpilih, lalu tiba-tiba mundur begitu saja," ujar Titi, melansri Detik, Sabtu (22/3/2025).
Fenomena ini bukan tanpa alasan. Pada Pemilu 2024, beberapa caleg yang berhasil lolos justru memilih mundur untuk bertarung di Pilkada.
Hal ini terjadi akibat jadwal pemilu legislatif dan Pilkada yang berdekatan, membuka celah bagi para politisi untuk berpindah-pindah jabatan.
Baca Juga:
PSU Pilbup Gorontalo Utara 2024 Dijadwalkan Digelar pada 19 April 2025
Titi menilai putusan MK ini dapat mendorong partai politik lebih serius dalam melakukan kaderisasi dan seleksi calon anggota legislatif.
Dengan perencanaan yang matang, partai diharapkan tidak hanya sekadar mencari figur populer, tetapi benar-benar menyiapkan kader yang siap menjalankan tugas hingga akhir masa jabatan.
"Ketika kader partai sudah terpilih dan mendapatkan amanah kursi legislatif, mereka harus menjalankan tugasnya secara penuh, bukan malah menjadi 'kutu loncat' yang mengincar banyak posisi dalam waktu bersamaan," tegasnya.
Selain itu, Titi menekankan pentingnya partai dalam mengelola internalnya agar lebih solid.
Partai yang hanya mengandalkan figur individu tanpa struktur kelembagaan yang kuat akan sulit bersaing dengan partai yang lebih mapan.
Putusan ini juga menjadi peringatan bagi partai agar lebih menghormati suara rakyat. Praktik mengganti caleg terpilih secara sembarangan, seperti yang terjadi di Pemilu 2019 dan 2024, dinilai mencederai demokrasi.
Kasus pemecatan Misriyani Ilyas dari Partai Gerindra pada Pemilu DPRD Provinsi Sulawesi Selatan 2019, serta pemecatan Ach Gufron Sirodj, Mohammad Irsyad Yusuf, dan Ali Ahmad dari PKB pada Pemilu 2024 yang kemudian dikoreksi oleh Bawaslu RI, menjadi contoh nyata bagaimana caleg bisa dicopot demi kepentingan politik tertentu.
Putusan ini dikeluarkan dalam sidang perkara nomor 176/PUU-XXII/2024 yang digelar di MK pada Jumat (21/3/2025). Gugatan ini diajukan oleh tiga mahasiswa, yakni Adam Imam Hamdana, Wianda Julita Maharani, dan Wianda Julita Maharani.
MK dalam pertimbangannya menegaskan bahwa fenomena caleg terpilih yang mundur demi Pilkada tidak sehat bagi demokrasi.
Lebih dari itu, fenomena ini juga membuka peluang terjadinya politik transaksional yang bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat.
"Tindakan caleg terpilih yang mengundurkan diri demi mencalonkan diri dalam Pilkada berpotensi mendegradasi prinsip pemilu yang jujur dan adil. Oleh karena itu, Mahkamah memandang hal ini sebagai pelanggaran terhadap hak konstitusional pemilih sebagai pemegang kedaulatan rakyat," ujar MK dalam putusannya.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]