WahanaNews.co | Rizal Ramli menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang
menolak gugatan soal ambang batas pencalonan Presiden
dan Wakil Presiden (Presidential Threshold) yang dimohonkan
dirinya.
Dia bahkan menyebut bahwa putusan itu
menggambarkan MK sebagai "Mahkamah Kekuasaan".
Baca Juga:
Rizal Ramli Telah Wafat, Jejak Perjalanan Sang 'Rajawali Ngepret'
Menurutnya, MK tidak memiliki
argumentasi hukum yang kuat, sehingga menggagalkan pembahasan
secara substansi gugatan tersebut dengan menolak legal standing dirinya sebagai pemohon.
"MK lebih mendengarkan suara
kekuasaan. Para hakim di MK tidak memiliki bobot intelektual, kedewasaan
akademik, dan argumen hukum yang memadai untuk mengalahkan pandangan
kami," kata Rizal, melalui keterangan resmi, Minggu
(17/1/2021).
Rizal kemudian merujuk pada 12 kasus
gugatan judicial review terkait Presidential Threshold 20 persen, yang sebagian besarnya diproses dan
dibahas dalam sidang MK.
Baca Juga:
Ekonom Rizal Ramli Tutup Usia
Dia mempertanyakan, kenapa gugatannya ditolak hanya karena
alasan Rizal bukan anggota partai.
Sebab, menurut dia, sangat tidak
mungkin apabila penggugat aturan tersebut harus didampingi atau mewakili partai
politik.
Alasannya, parpol berkepentingan
melanggengkan Presidential Threshold sebanyak 20 persen.
"Mereka, parpol-parpol tersebut, berkepentingan untuk terus melanggengkan sistem-sistem demokrasi kriminal, karena menguntungkan parpol-parpol
secara finansial," kata dia.
"Tidak mungkin mereka mau
melakukan perbaikan, reformasi sistem politik yang kriminal tersebut,"
tambahnya.
Rizal melayangkan gugatan uji materi
terhadap pasal 222 UU Nomor 7/2017 terkait ambang batas pencalonan Presiden pada 4 September 2019.
Dalam gugatannya, Rizal meminta MK
menghapus syarat ambang batas yang telah membatasi hak seseorang mencalonkan
diri menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Menurutnya, rakyat yang harus memilih
dan menyortir Calon Presiden.
"Ada negara seperti Ukraina yang
bahkan memiliki 39 Calon Presiden,
dengan 18 orang dicalonkan parpol yang berbeda dan 21 orang dicalonkan
independen. Itulah esensi demokrasi yang sesungguhnya," ucapnya.
Menurut Rizal, tanpa reformasi sistem
politik tersebut, faktor uang akan menjadi sangat menentukan bagi pemilihan
pemimpin di Indonesia.
Terutama, kata dia, bagi mereka yang
membantu biaya parpol dan kampanye lainnya.
"Begitu calon menang, dia lebih
mengabdi kepada para bandar dan cukong, melupakan kepentingan nasional dan
rakyat," kata Rizal, yang juga merupakan ekonom.
Gugatan Rizal itu resmi ditolak pada
Kamis (14/1/2021) kemarin. Lima dari sembilan hakim yang duduk dalam sidang pleno
terbuka menolak gugatan tersebut.
"Berdasarkan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan seterusnya, amar putusan mengadili menyatakan
permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Hakim Ketua Mahkamah,
Anwar Usman, membacakan amar putusannya, Kamis (14/1/2021).
Dalam pertimbangannya, hakim menilai
ambang batas presiden dalam pemilu 2019 tak memberi kerugian secara
konstitusional kepada pemohon.
Menurut hakim, pemilih pada Pemilu
legislatif 2019 dianggap telah mengetahui bahwa suara mereka akan digunakan
untuk menentukan ambang batas pencalonan presiden. [dhn]