WahanaNews.co, Jakarta - Kepala Staf Presiden, Moeldoko, menyindir gerakan Kampus Menggugat yang diinisiasi oleh sejumlah civitas academica Universitas Gadjah Mada (UGM).
Moeldoko menyoroti pengadilan rakyat yang digagas gerakan tersebut. Menurutnya, cara itu tidak tepat digunakan dalam menyikapi persoalan negara.
Baca Juga:
Pemkab Sleman Perbaiki 13 Jembatan untuk Keamanan dan Kenyamanan Masyarakat
"Karena kita negara hukum, jangan diselesaikan dengan cara-cara jalanan begitu," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Moeldoko mengatakan hal yang dipermasalahkan civitas academica UGM berurusan dengan penyelenggaraan pemilu.
Dengan demikian, sebaiknya hal itu diadukan ke penyelenggara pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu.
Baca Juga:
Danrem 042/Gapu- Peletakan Batu Pertama Pembangunan Musholla Ar-Rachmad di Koramil 420-09/Bangko
"Kita negara hukum. Jadi mekanisme itu ada, regulasi jelas," ujarnya.
Sejumlah civitas academica UGM sebelumnya menggalang gerakan Kampus Menggugat bertempat di Balairung, UGM, Sleman, DIY, Rabu (13/3).
Gerakan ini ditujukan untuk mengembalikan etika dan konstitusi yang terkoyak selama lima tahun terakhir.
Beberapa tokoh yang terlibat adalah Wakil Rektor UGM, Ari Sudjito; Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Koentjoro; Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas; pakar tata hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar; Rektor UWM, Edy Suandi Hamid; Rektor UII, dan Fathul Wahid.
Salah satu usulan dalam gerakan itu adalah mengadakan pengadilan rakyat. Zainal Arifin Mochtar mengatakan langkah itu perlu dilakukan karena lembaga negara tak serius mengadili dan menjatuhkan sanksi.
"Demokrasi bukan tidak pernah kalah tapi demokrasi itu adalah membutuhkan perjuangan," ujarnya.
[Redaktur: Sandy]