WahanaNews.co | Kejaksaan Agung (Kejagung) memutuskan tak mengajukan banding atas vonis 1,5 tahun penjara terhadap terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat, Richard Eliezer akhirnya.
Keputusan Kejagung ini seolah memperlihatkan perubahan sikap dalam memandang Richard sebagai justice collaborator.
Baca Juga:
Perjalanan Vonis Ferdy Sambo dari Hukuman Mati Jadi Penjara Seumur Hidup
Sebelumnya, Kejagung sempat menolak mentah-mentah status Richard sebagai justice collaborator, dan menuntut eks ajudan Ferdy Sambo itu 12 tahun penjara.
Dalam perjalanan kasus ini, silang pendapat sempat terjadi antara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Kejagung.
Perdebatan mengemuka usai JPU menuntut Richard 12 tahun penjara.
Baca Juga:
Seluruh Tergugat Tak Hadir, Sidang Gugatan Rp 7,5 M Keluarga Brigadir J Ditunda
LPSK menyayangkan tuntutan JPU terhadap Richard karena lebih berat dibandingkan dengan 3 terdakwa lainnya, yakni Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal Wibowo.
Padahal, LPSK sangat berharap tuntutan terhadap Richard bisa lebih ringan, karena berkat pengakuan Richard, skenario di balik kasus itu bisa terungkap.
"Kami berharap begitu (diringankan). Jadi, sejak kami memutuskan untuk memberikan perlindungan kepada Bharada E sebagai JC, kita kemudian melakukan upaya untuk bisa memenuhi tiga hal yang menjadi hak JC," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo di Kompleks Parlemen Senayan, melansir Kompas.com, Jumat (17/2).
"Yakni pengamanan, perlindungan, pengawalan itu dilakukan oleh LPSK dan itu kita laksanakan sampai sekarang," terang dia.
Kejagung buka suara atas pernyataan LPSK yang mengkritik tuntutan tinggi terhadap Richard.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Fadil Zumhana meminta LPSK tidak melakukan intervensi proses penegakan hukum yang dilakukan jaksa.
"LPSK enggak pernah puas. Ya enggak apa-apa. Makanya saya bilang lembaga lain tidak boleh mengintervensi kewenangan Jaksa Agung. Kan masih ada upaya hukum. Masih ada pembelaan segala macam," ucap Fadil dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Bahkan, Fadil menegaskan bahwa Richard tidak bisa menjadi justice collaborator karena statusnya sebagai pelaku utama pembunuhan berencana.
"Untuk pelaku, tidak bisa JC (justice collaborator) pelaku utama. Ini saya luruskan ini. Di undang-undang tidak bisa," kata Fadil.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menyebut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban tidak mengatur justice collaborator terhadap kasus pembunuhan berencana.
Ketut menjelaskan bidang tindak pidana tertentu yang diatur terkait justice collaborator.
Hal itu mencakup, tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisasi.
"Beliau (Richard) adalah sebagai pelaku utama sehingga tidak dapat dipertimbangkan juga sebagai yang harus mendapatkan JC. Itu juga sudah sesuai dengan Nomor 4 Tahun 2011 dan UU Perlindungan Saksi dan Korban," ucap Ketut.
Namun kini, Kejagung secara resmi memutuskan tidak akan mengajukan banding.
"Kami melalui korban, negara dan masyarakat, melihat perkembangan seperti itu, kami tidak melakukan banding dalam perkara ini," ujar Fadil dalam konferensi pers, Kamis (16/2/2023).
Fadil mengatakan, ada beberapa pertimbangan yang dilihat oleh Jampidum, salah satunya adalah pemberian maaf keluarga korban kepada Richard Eliezer.
"Kata maaf itu adalah yang tertinggi dalam putusan hukum, berarti ada keikhlasan dari orangtuanya dan itu terlihat dari ekspresi menangis," tutur dia.
Selain itu, Richard Eliezer juga disebut berani membongkar kasus pembunuhan berencana. Bahkan Kejagung mengakui posisi Richard menjadi seorang justice collaborator.
LPSK mengapresiasi sikap Kejagung yang tidak mengajukan banding atas vonis ringan terhadap Richard.
Bahkan, LPSK tidak hanya mengapresiasi, melainkan juga menyampaikan terima kasih kepada Kejagung.
"Kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada jaksa atas keputusannya untuk tidak melakukan upaya banding terhadap vonis yang dijatuhkan kepada Richard Eliezer," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi.
Edwin mengatakan, langkah Kejagung sudah tepat karena sesuai dengan pertimbangan majelis hakim dalam putusan sidang yang digelar Rabu (15/2/2023) kemarin.
Vonis ringan tersebut, kata Edwin, sudah sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Saksi Korban dan sesuai dengan norma hukum yang berlaku.
"Tidak mengajukan banding itu artinya Jaksa menerima semua pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Majelis Hakim," ujarnya.
"Termasuk di dalamnya bahwa majelis hakim mempertimbangkan posisi Richard sebagai justice collaborator yang memang dalam Undang-Undang sudah diatur tentang pemberian penghargaan atau rewardnya," imbuhnya.
Pengacara Richard, Ronny Talapessy mengapresiasi sikap Kejaksaan Agung yang tidak mengajukan banding.
"Tadi juga kita mendengar JPU tidak mengajukan banding, ini merupakan mukjizat,” kata Ronny di Mabes Polri, Jakarta.
Ronny juga menyampaikan terima kasih kepada Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dan jajarannya yang telah bekerja keras.
Ia juga berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang memberikan tanggapan atas yang berjalan perkara ini secara adil.
“Kami berterima kasih juga pada Jaksa Agung, Jampidum dan rekan JPU yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik secara maraton,” ucapnya. [eta/kompas.com]