WahanaNews.co | Mantan politikus Partai Demokrat, Angelina Sondakh keluar dari Lapas Perempuan Jakarta, Kamis (3/3/2022) lalu, untuk selanjutnya mengikuti program cuti menjelang bebas (CMB).
Diketahui, Angie, sapaan akrabnya, tidak melunasi sisa uang pengganti sekitar Rp 4,5 miliar. Meski demikian, Angie sudah menjalani hukuman pengganti berupa tambahan kurungan selama empat bulan lima hari.
Baca Juga:
Nikita Mirzani Habiskan Ratusan Juta untuk Makan di Rutan dan Kuasai Ketua Geng
Terkait hal itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) memandang banyak napi koruptor yang lebih memilih menjalani pidana tambahan daripada membayar uang pengganti. Di sisi lain, aparat penegak hukum juga kurang memanfaatkan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk merampas aset hasil korupsi.
Hal tersebut, sebut Lola, juga ditambah karena belum ada jaminan perampasan aset yang menjamin para koruptor untuk membayar uang pengganti.
“Ditambah minimnya intensi penegak hukum memanfaatkan rezim perampasan aset tindak pidana yang sudah ada saat ini yaitu UU TPPU,” ujar aktivis anti korupsi ICW, Lalola Ester saat dihubungi, Jumat (4/3/2022).
Baca Juga:
8.933 Napi di Riau Terima Remisi Idul Fitri 2024, 46 Orang Langsung Bebas
Lalola menambahkan, sebetulnya perampasan aset hasil korupsi tidak bisa serta merta dilakukan.
Dia menjelaskan, dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), penegak hukum harus membuktikan kekayaan yang dimiliki terpidana korupsi memang berasal dari tindak pidana yang didakwakan atau terbukti di persidangan.
Meski demikian, UU TPPU membuka peluang untuk merampas aset yang diduga hasil korupsi walaupun tidak harus berasal dari kejahatan yang terbukti di persidangan.
“Selama terdakwa tidak bisa membuktikan bahwa harta tersebut diperoleh secara sah,” ucap Lalola.
Diketahui, Mahkamah Agung (MA) memvonis Angelina Sondakh dengan pidana penjara 10 tahun, serta denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Dia juga diwajibkan membayar total uang pengganti senilai Rp 13,354 miliar. Karena belum seluruhnya dibayarkan, diganti dengan pidana kurungan empat bulan lima hari.
“Sudah dibayar Rp 8.815.972.722. Sisa Rp 4.538.027.278 subsider empat bulan lima hari belum dibayar. Diganti dengan menjalankan pidana kurungan empat bulan lima hari,” ujar Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan, Rika Aprianti dalam keterangannya.
Sebelumnya, Angie ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2012. Pada 2013, Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Angie dengan pidana penjara 4,5 tahun penjara karena terbukti menerima suap sebesar Rp 2,5 miliar dan US$ 1,2 juta dari Grup Permai dalam perkara korupsi di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Namun, KPK mengajukan banding atas putusan itu. Pengadilan Tinggi DKI kemudian hanya menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Tak puas, KPK mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.
Di tingkat kasasi, MA memperberat hukuman Angie menjadi 12 tahun penjara. Angie juga dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan US$ 2,35 juta.
Majelis Hakim Agung yang diketuai Hakim Agung Artidjo Alkostar menilai Angie yang juga mantan Putri Indonesia aktif meminta dan menerima imbalan dalam kepengurusan proyek-proyek di DPR. Angie juga dianggap aktif menggiring anggaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Pada 2015, MA menerima sebagian peninjauan kembali (PK) yang diajukan Angelina Sondakh. Dalam putusannya, MA mengurangi vonis Angelina Sondakh dari 12 tahun menjadi 10 tahun penjara. [qnt]