WahanaNews.co | Seorang pria berstatus pegawai negeri sipil (PNS) di Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah (Loteng), Nusa Tenggara Barat (NTB), dilaporkan ke atasannya.
SZ (52) dilaporkan oleh istri ke-6-nya karena diduga dengan sengaja melakukan pernikahan sebanyak 7 kali.
Baca Juga:
Soal Pergub Poligami ASN, Menteri PPPA Minta Pemprov DKI Kaji Ulang
Dari 7 istrinya itu, 3 orang memiliki akta nikah atau melakukan pernikahan secara sah, sementara 4 lainnya hanya berstatus nikah siri. Bahkan SZ juga memiliki satu orang pacar.
Pernikahan SZ itu pertama kali dilakukan dengan istrinya berinisial W pada 1990 dan dikaruniai 4 anak. Pada tahun yang sama, SZ juga menikah dengan tiga orang perempuan lainnya, yakni BC, PZ, dan PL.
SZ menikahi BC dan PZ secara siri di hari yang sama, yakni pada malam dan siang hari. Hanya, dari BC, SZ tidak dikaruniai anak.
Baca Juga:
Cerita Pria di Solo Kemaluan Dipotong Istri Pakai Cutter Gegara Menolak Diceraikan
Sedangkan dengan istri ketiga PZ memiliki dua anak. Namun, belum lama pernikahan mereka, SZ kembali menceraikan PZ. SZ juga bercerai dengan W pada 2004.
"Kemudian pernikahan dengan istri keempat (berinisial PL) mendapatkan satu anak. Tapi perkawinan tersebut tidak berlangsung lama karena SZ menalak secara sepihak istri keempatnya," ungkap anggota Koalisi Perlindungan Perempuan dan Anak NTB, Yan Mangandar Putra, dalam keterangannya, Selasa (31/8/2021).
Sementara itu, dengan istri kelima, yakni BA, dinikahi secara agama oleh SZ dengan mengakui bahwa dia telah menceraikan semua istrinya. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai dua anak. Kali ini, pernikahan itu kandas lagi.
Setelah bercerai dengan BA, SZ menikah lagi dengan GA, dan tinggal di rumah dinasnya bersama istri pertama. Pada Maret 2021, SZ lagi-lagi bercerai dan dia menjatuhkan talak kepada GA tidak secara langsung, tapi melalui bibi istrinya.
SZ juga tinggal serumah dengan HM, yang merupakan calon istri ketujuh, tapi hingga kini belum menikah. Alih-alih menikahi HM, SZ justru menikah dengan perempuan lain, berinisial WD, asal Lombok Tengah. Dia menjadi istri ketujuh.
"Pernikahan dengan istri ketujuh secara sah di KUA, sementara istri pertama statusnya belum cerai," ujarnya.
Langgar Etik dan UU
Tak terima, istri ke-6 pun melaporkan SZ. SZ dilaporkan pada Kamis (26/8) lalu dengan kategori pelanggaran etik dan pemalsuan dokumen.
"Atas pernikahan sampai 7 kali tersebut, diduga SZ telah melakukan pelanggaran etik selaku pekerjaannya adalah pegawai negeri sipil di Kejaksaan dan pelanggaran hukum berupa pemalsuan surat, pernikahan terhalang, penelantaran, dan/atau kekerasan terhadap perempuan dan anak," kata Yan.
Menurut Yan Mangandar, kasus ini merupakan kasus yang melanggar undang-undang perlindungan perempuan dan anak, sehingga dianggap perlu melakukan advokasi dan pendampingan secara serius.
"Koalisi akan mendampingi korban selama proses pemeriksaan dan berencana bersama Dinas P3AP2KB NTB akan berkoordinasi langsung (hearing) dengan Kepala Kejaksaan Tinggi NTB untuk memastikan perlindungan dan pemenuhan hak perempuan dan anak dalam kasus ini terpenuhi," ujarnya.
Kepada Kejati NTB, Koalisi Perlindungan Perempuan dan Anak menuntut agar memproses dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh SZ secara serius dan terbuka. Bila perlu, lanjut Yan, Kejari Praya memproses SZ secara hukum dan memberikan sanksi tegas.
"Memberikan perlindungan bagi para istri-istri dana anak-anaknya dalam bentuk perlindungan hukum, restitusi, dan/atau bantuan ekonomi, rehabilitasi psikis, dan psikososial. Meminta maaf kepada seluruh mantan istri dan anak secara terbuka," tegas Yan Mangandar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi NTB Dedi Irawan belum berhasil dimintai konfirmasi atas laporan kasus ini. [rin]