WahanaNews.co | Secara resmi Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Menkominfo Johnny Gerard Plate sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyediaan menara BTS 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kementerian Kominfo tahun 2020-2022.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Sekjen Partai Nasdem tersebut ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung selama 20 hari pertama terhitung, Rabu (17/5/2023).
Baca Juga:
Pilkada DKI Jakarta: Anies Baswedan Hormati Langkah Nasdem yang Tak Mengusungnya
Ini bukan pertama kalinya Sekjen Partai Nasdem tersandung kasus korupsi. Sebelum Johnny G Plate, ada Patrice Rio Capella, eks Sekjen dan juga mantan ketua umum Partai Nasdem.
Patrice ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus suap proses penanganan kasus bantuan sosial (Bansos) Pemprov Sumatera Utara pada Kamis (15/10/2015).
Atas kasus tersebut Patrice dihukum 1 tahun 2 bulan dan telah bebas murni pada Kamis (22/12/2016).
Baca Juga:
Tanggapi Pesimisme Surya Paloh, PDI-P Ingatkan Potensi Kejutan Politik Anies
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyadari sudah dua Sekjennya yang tersandung kasus korupsi.
"Jadi ada 2 peristiwa, dua-duanya Sekjen, yang satu kasus Rp200 juta dia masuk tahanan untuk sekian tahun, kasus gratifikasi dan telah menyelesaikan kewajibannya dan sekarang jadi warga negara bebas. Yang kedua Johnny Plate," ujar Surya saat jumpa pers di DPP Partai Nasdem, Rabu (17/5/2023)
Surya berterus terang mengungkapkan, pihaknya tak bisa menutupi kesedihannya bahwa saat ini Partai Nasdem sedang berduka.
Ia juga mendengar keterangan Kapuspenkum Kejagung ada pengakuan yang menyatakan Johnny meminta diberikan uang Rp500 juta setiap bulan dari proyek tersebut. Uang tersebut dijelaskan bukan untuk Johnny.
Kesedihan Partai Nasdem akan semakin bertambah jika nantinya Kejagung menemukan bukti-bukti lain atas keterlibatan Johnny.
Namun Surya tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Ia juga menekankan terlalu mahal tangan Johnny Plate untuk diborgol dalam kapasitasnya sebagai menteri dan sekjen partai.
"Kita tetap menganut asas praduga tidak bersalah. Tidak ada di antara kita yang memastikan diri kita ini terlepas dari kesalahan, kekhilafan, kebodohan bahkan dosa, itulah arti kehadiran kita sebagai manusia biasa," ujar Surya. [eta]