WahanaNews.co | Menyusul munculnya provokasi di media sosial (medsos) yang menggalang aksi demo memprotes kepemimpinan Jokowi, Ketua
Umum PBNU menegaskan bahwa Presiden tidak bisa dijatuhkan karena
alasan penanganan Covid-19.
Alasannya, Presiden tidak melakukan
pelanggaran hukum, dan terbukti justru berusaha keras
mengatasi pandemi Covid-19.
Baca Juga:
Eksportasi Moderasi Beragama
"Kami, warga NU, sudah punya pengalaman sangat pahit ketika punya Presiden Gus Dur, yang dilengserkan di tengah jalan tanpa
kesalahan pelanggaran hukum yang jelas," ujar Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil
Siradj, saat menghadiri dialog virtual bersama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, terkait penanganan Covid-19, Senin (26/7/2021).
KH Said Aqil Siradj menegaskan, warga
NU tidak akan melengserkan pemerintahan di tengah jalan tanpa kesalahan
pelanggaran hukum yang jelas.
"Pelengseran Gus Dur itu jadi catatan
yang sangat pahit bagi warga NU, yang tidak mungkin warga NU akan
melakukan itu. Itu pelajaran bagi kita. Kita tidak
akan melakukan seperti itu, kecuali kalau ada pelanggaran, jelas melanggar Pancasila, dan
sebagainya," ujar Kyai Said, sapaan akrab Ketua Umum PBNU ini.
Baca Juga:
Cahaya dari Bandar Lampung
Menurutnya, saat ini sudah mulai
muncul gerakan politik yang tergetnya mengganggu keberlangsungan pemerintahan Jokowi
dan menteri-menterinya.
"Sekarang ini, sudah mulai ada gerakan yang berbau politis, targetnya
minimal merecoki, ganggu, keberlangsungan pemerintahan Pak Jokowi
dan menteri-menterinya, yang sebenarnya mereka tahu tidak mudah karena
kita sistem presidensial, bukan parlementer, tapi minimal
mereka bikin repot supaya gagal program-programnya," tegas Kyai Said.
Menanggapi hal itu, Menko Polhukam, Mahfud MD, membenarkan bahwa Presiden Jokowi tidak bisa dijatukan
karena alasan Covid-19, karena
tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan.
"Sama, pemerintah juga punya
keyakinan, kalau pemerintah insyaallah
sekarang ini tidak bisa dijatukan karena alasan Covid-19, karena tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan. Dan, ternyata, NU juga berpandangan demikian,"
papar Mahfud.
Dalam dialog yang berlangsung khidmat
ini, Kyai Said menambahkan, kasus korupsi bantuan sosial Covid-19 yang sempat
menerpa salah satu menteri Presiden Jokowi, beberapa
waktu lalu, harus diakui berdampak terhadap memudarnya kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah.
"Betapa berat beban pemerintah,
saya ngerti, saya tahu. Tapi, betapa
sakitnya rakyat juga ketika bansos dikorupsi.
Ketika seorang Menteri tega-teganya korupsi bansos
wabah ini. Masyaallah, ini merupakan tamparan yang sangat menyakitkan sekali. Yang
sebenarnya pemerintah harus peduli bagaimana meringankan beban masyarakat yang
sedang terpapar Covid, malah bansos dikorupsi," keluh Kyai Said.
Dalam situasi pandemi Covid-19 ini, Menko Polhukam mengajak seluruh tokoh-tokoh agama dan
ormas keagamaan, terutama PBNU, bersama-sama memberikan kesadaran
kepada umat, bahwa Covid-19 adalah
nyata dan perlu dihadapi dengan menjalankan protokol kesehatan yang ketat,
serta mengikuti vaksinasi.
"Alhamdulillah, PBNU sudah membentuk Satgas Covid-19,
intelektualnya sudah ikut berbicara dan berkiprah. Nanti kita akan perkuat ini.
Akan Diusahakan untuk bisa Herd Immunity
hingga mencapai 70 persen. Mari kita hitung sama-sama. Usulan-usulannya sudah
kami catat," ujar Mahfud MD.
Hadir dalam dialog virtual ini Menko
Polhukam, Mahfud MD, didampingi seluruh pejabat eselon, yakni para deputi, staf ahli, dan staf
khusus.
Sementara Ketum PBNU didampingi Sekjen, Helmy Faishal; Wakil Sekjen; dan Ketua
PBNU, Robikin Emhas. [dhn]