WahanaNews.co | Belum lama ini, sejumlah massa dari organisasi masyarakat (Ormas) Pemuda Pancasila menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Mereka datang ke Gedung Parlemen menuntut Wakil Ketua Komisi II Junimart Girsang untuk meminta maaf atas pernyataannya yang mendesak Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian segera menertibkan sejumlah organisasi masyarakat (Ormas) yang kerap terlibat bentrokan atau berbuat onar di jalanan.
Baca Juga:
Refly Harun Akan Mencap Anies dan Muhaimin Penghianat Jika Gabung Dengan Perintahaan
Dan akhirnya Junimart Girsang yang merupakan politisi PDI Perjuangan pun meminta maaf terkait pernyataannya.
Ahli dan pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan ini menjadi pembelajaran bagi politisi agar tidak sembarangan memberikan statement pernyataan dan kalau pernyataan atau statement itu terkait dengan hak-hak berdemokrasi.
Jadi harus ada ukurannya karena kalau misalnya meminta dibubarkan dan lain sebagainya itu urusannya berbeda apalagi prosedur yang dijalankan pun sebenarnya kan bukan di Kementerian Dalam Negeri dan tidak punya kewenangan untuk membubarkan ormas.
Baca Juga:
Co Captain Timnas AMIN Sebut Refly Harun Tak Mewakili Anies Saat Demo di DPR
Kemudian Refly lantas menyinggung beking kuat Pemuda Pancasila. Menurutnya, bisa jadi nasib PP tak seperti FPI dan HTI, karena ada beking kuat yang sedang berkuasa saat ini. Berbeda dengan dua ormas lainnya.
“Kebetulan beking-nya Pemuda Pancasila ini enggak tanggung-tanggung, yaitu orang berpengaruh seperti Bambang Soesatyo. Lalu ada juga Ketua DPD. Dan ormas ini kemudian diperhitungkan,” katanya dalam channel youtube pribadinya yang diunggah Kamis 25 November 2021
Walau dibeking orang-orang berkuasa, Refly bilang bahwa jika anggota ormas ini ada yang bersalah, tetap bisa diproses hukum. Itulah yang kemudian disebutnya sebagai individual responsibility.
Bahwa kesalahan anggota, harus menjadi tanggung jawab anggota. Refly pada kesempatan itu juga menyinggung belajar dari kasus Junimart dan PP, ada baiknya semua pihak sama-sama menjaga ruang demokrasi.
Sebab publik juga dinilai harus bisa membedakan mana organisasi dan mana individu di dalam organisasi. Karena jika ukurannya pada kejahatan, maka kata Refly Parpol lah yang seharusnya lebih pantas untuk dibubarkan.
Karena sudah menyebabkan banyak kerugian negara dengan aktivitas korupsi, mulai dari miliaran, ratusan miliar, bahkan konon sampai triliunan.
“sekali lagi kita harus bisa membedakan antara rasa suka dan rasa tidak suka itu ya dengan aturan bernegara. Kalau aturan bernegaranya sepanjang dia tidak melakukan pelanggaran hukum, maka ia tidak boleh dipermasalahkan. kalau dia melakukan pelanggaran hukum maka yang menindak adalah penegak hukum,” ujarnya.
Refly menambahkan kadang-kadang masalahnya penegak hukumnya yang pilih kasih atau penegak hukumnya yang ragu-ragu karena ada ormas yang barangkali dibekingi oleh kekuasaan ada ormas yang barangkali anggotanya adalah anggota anggota yang dekat dengan kekuasaan.
Kalau soal ketentraman masyarakat misalnya kalau ada ormas yang anarkis ya kekuasaan, penguasa ngomong, jangan kemudian kepada FPI semuanya berani tapi kepada ormas lain diam saja.
“Jadi yang paling penting adalah berlaku asas equality before the law. kita harus bisa melihat mana masalah hukumnya mana masalah demokrasinya. Jadi bukan soal suka dan tidak suka tetapi hak mereka untuk berserikat dan berkumpul, Hak kita untuk tidak diperlakukan secara tidak baik. Jadi melakukan penegakan hukum kalau memang kita bisa mengandalkan aparat penegak hukum sebagai orang yang memang punya kewajiban, kewibawaan, dan punya kewenangan untuk menegakkan hukum,”ujar Refly Harun. [rin]