WahanaNews.co, Jakarta - Departemen Kehakiman AS dan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) mengumumkan bahwa perusahaan perangkat lunak Jerman, SAP, telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Praktik Korupsi Asing (FCPA).
Berdasarkan informasi yang diambil dari situs resmi Departemen Urusan Publik AS pada Senin (15/1/2024), dokumen pengadilan AS menunjukkan bahwa SAP diduga terlibat dalam skema suap di dua negara, yaitu Afrika Selatan dan Indonesia.
Baca Juga:
Dua Kecamatan ‘Clear’ Rekapitulasi, Ketua KPU Kota Bekasi Klaim Pleno Terbuka Kondusif
Pada periode antara tahun 2015 dan 2018, SAP diduga terlibat dalam praktik suap terhadap pejabat Indonesia di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika.
Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Muryadi, menyatakan bahwa KKP tidak tahu terkait kasus dugaan suap yang melibatkan perusahaan perangkat lunak Jerman, SAP, dan yang menyeret Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Kami tidak tahu menahu dengan masalah tersebut,” ujar Wahyu dikutip dari Antara, Senin (15/1/2024).
Baca Juga:
Mulai Minggu Ini, Deretan Film Blockbuster Big Movies Platinum GTV Siap Temani Akhir Tahunmu!
Ia melanjutkan, jika dilihat dari dokumen yang ada, perkara atau kasus suap ini terjadi pada 2015-2018.
Artinya, kasus suap ini di luar era kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.
Namun demikian, Wahyu mengungkapkan, pihak KKP siap bekerja sama serta terbuka untuk diperiksa aparat penegak hukum apabila diperlukan.
“Tapi prinsipnya silakan saja diperiksa, kami serahkan pada mekanisme hukum dan kami siap bekerja sama dengan aparat penegak hukum guna memproses perkara ini,” ujarnya.
SAP Bayar Rp 3,4 Triliun untuk Selesaikan Investigasi Kasus Suap di Indonesia
Perusahaan perangkat lunak yang berbasis di Jerman, SAP berniat mengeluarkan dana lebih dari USD 220 juta atau setara Rp 3,4 triliun, untuk menyelesaikan penyelidikan yang dilakukan oleh Departemen Kehakiman AS dan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC). Penyelidikan yang dilakukan ini terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang Praktik Korupsi Asing (FCPA).
Penyelidikan yang sedang dilakukan oleh Departemen Kehakiman AS dan SEC terhadap SAP terkait dugaan suap kepada pejabat pemerintah di Afrika Selatan dan Indonesia telah mencapai tahap penting.
Berdasarkan informasi dari laman resmi Departemen Urusan Publik AS pada Senin (15/1/2024), dokumen pengadilan AS mengungkapkan bahwa SAP telah menandatangani perjanjian penuntutan yang ditangguhkan (DPA) selama tiga tahun terkait informasi kriminal yang diajukan di Distrik Timur Virginia. Perusahaan tersebut dihadapkan pada dua tuduhan.
Dua tuduhan tersebut berkaitan dengan dugaan pelanggaran aturan anti-penyuapan dan pembukuan, serta ketentuan-ketentuan FCPA yang terkait dengan skema pembayaran suap kepada pejabat di Afrika Selatan.
Selain itu, juga ada dugaan pelanggaran ketentuan anti-penyuapan FCPA dalam skema pembayaran suap kepada pejabat di Indonesia.
"Penyelidikan menunjukkan bahwa SAP memberikan suap kepada pejabat di badan usaha milik negara di Afrika Selatan dan Indonesia untuk mendapatkan bisnis pemerintah yang berharga," ujar Penjabat Asisten Jaksa Agung, Nicole M. Argentieri, dari Divisi Kriminal Departemen Kehakiman AS.
Argentieri menekankan bahwa penyelesaian hari ini, yang merupakan resolusi kedua yang terkoordinasi dengan pihak berwenang di Afrika Selatan dalam setahun terakhir, menjadi tonggak penting dalam upaya bersama untuk memberantas suap dan korupsi asing.
Ia menyatakan harapannya untuk terus memperkuat kerja sama dengan pihak berwenang di Afrika Selatan dan di seluruh dunia.
Lebih lanjut, Argentieri menyampaikan bahwa kasus ini menggarisbawahi pentingnya upaya internasional yang terkoordinasi dalam melawan korupsi, serta bagaimana kebijakan penegakan hukum korporasi memberikan insentif kepada perusahaan untuk bersikap sebagai warga korporasi yang bertanggung jawab.
"Dengan bekerja sama dalam penyelidikan dan melakukan remediasi yang tepat, sehingga kita dapat mengambil tindakan tegas untuk mengatasi pelanggaran”.
Sementara itu, pihak SAP telah menyatakan siap untuk kooperatif dalam penyelidikan tersebut.
“SAP telah menerima tanggung jawab atas praktik korupsi yang merugikan bisnis jujur yang terlibat dalam perdagangan global,” kata Jaksa Jessica D. Aber untuk Distrik Timur Virginia.
Menurut dokumen pengadilan, SAP dan rekan-rekan konspiratornya dituduh melakukan pembayaran suap dan memberikan hal-hal bernilai lainnya yang dimaksudkan untuk kepentingan pejabat asing di Afrika Selatan dan Indonesia.
Suap ini berupa uang tunai, sumbangan politik, dan transfer kawat serta transfer elektronik lainnya, beserta barang-barang mewah yang dibeli selama perjalanan belanja.
Secara khusus, dalam rentang waktu sekitar tahun 2013 hingga 2017, SAP diduga terlibat dalam skema suap terhadap pejabat Afrika Selatan dan melakukan pemalsuan pembukuan, catatan, serta rekening melalui agen-agen tertentu.
Tujuan dari praktik ini adalah untuk memperoleh keuntungan yang tidak sah terkait dengan sejumlah kontrak dengan departemen dan lembaga di negara tersebut.
Praktik ini dilaporkan terjadi di berbagai lokasi di Afrika Selatan, seperti Kota Johannesburg, Kota Tshwane, Departemen Air dan Sanitasi (yang dimiliki dan dikendalikan oleh BUMN di Afrika Selatan), dan Eskom Holdings Limited (perusahaan energi yang dimiliki dan dikendalikan oleh negara di Afrika Selatan).
Asisten Direktur Penanggung Jawab, Donald Always, dari Kantor Lapangan FBI di Los Angeles, menyatakan bahwa penyelesaian yang sukses terhadap SAP merupakan contoh nyata dari kekuatan hubungan dan ketekunan.
Selanjutnya, dalam periode sekitar tahun 2015 hingga 2018, SAP juga diduga terlibat dalam skema suap terhadap pejabat Indonesia, dengan tujuan memperoleh keuntungan bisnis yang tidak pantas melalui berbagai kontrak dengan Kementerian dan lembaga di Indonesia.
Kementerian yang disebutkan dalam dugaan tersebut antara lain Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo).
Inspektur Pos yang Bertanggung Jawab atas Investigasi Kriminal, Eric Shen, menyatakan bahwa ketika surat digunakan untuk tujuan penipuan atau skema korupsi, batas wilayah bukanlah hambatan bagi Inspektur Pos AS.
Upaya bersama dengan mitra penegak hukum FBI dan jaksa Departemen Kehakiman diikuti untuk mengungkap praktik suap dan korupsi yang merata dari Afrika Selatan hingga Indonesia.
Kolaborasi ini menghasilkan pembayaran hukuman pidana yang signifikan oleh perusahaan terdakwa dan setujuan terhadap tindakan perbaikan jangka panjang.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]